Iritasi hingga Kematian Menghantui Korban Terdampak Asap Karhutla

ANTARA FOTO/Rendhik Andika
Warga menggunakan masker saat berada di objek wisata bantaran Sungai Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu (15/9/2019). Kota Palangka Raya kembali diselimuti kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah di Kalimantan Tengah sehingga menimbulkan aroma yang menyengat dan mengganggu aktivitas warga.
Penulis: Hari Widowati
17/9/2019, 11.39 WIB

4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Polusi udara yang disebabkan kabut asap karhutla menjadi pemicu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gejalanya adalah batuk, pilek, dan demam hingga radang pada paru-paru. Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Kalimantan Utara mencatat selama Agustus 2019 terjadi 35 kasus ISPA per hari sedangkan pada 1-15 September 2015 terjadi 45 kasus per hari.

"Sebenarnya peningkatan ISPA belum signifikan, kita berusaha mencegahnya. Tadi malam di rakor disampaikan kabut asap masih dalam batas normal," kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan, Witoyo, seperti dikutip Antara, Senin (16/9).

Dinas Kesehatan Sumatera Selatan juga mencatat ada 32.815 penderita ISPA yang ditangani dalam lima pekan terakhir. Bayi dan balita merupakan golongan yang paling rentan terkena ISPA karena ketahanan tubuhnya lebih rendah dibandingkan orang dewasa.

Seorang bayi berusia empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal akibat ISPA di RS Ar Rasyid, Palembang, Minggu (15/9). Seperti dilansir CNN Indonesia, Elsa menderita sesak napas sejak Sabtu (14/9). Kabut asap karhutla yang menimpa Desa Talang Buluh, yang merupakan tempat tinggal Elsa dan orang tuanya, diduga menjadi penyebab kematian bayi tersebut.  

Sementara itu, di Provinsi Riau diperkirakan ada lebih dari 281.626 penderita ISPA akibat polusi kabut asap. Di Kota Pekanbaru, pemerintah daerah menyediakan Posko Rumah Singgah Warga Terdampak Asap. Di sana terdapat layanan kesehatan, obat-obatan, makanan tambahan, hingga tabung oksigen bagi korban yang terdampak kabut asap. Di Pontianak juga ada layanan serupa yang disebut sebagai Rumah Oksigen.

(Baca: Jokowi Tugaskan Menteri LHK dan TNI/Polri Atasi Kebakaran & Asap Riau)

Kabut Asap di Aceh Barat (ANTARA FOTO)

5. Memperburuk kondisi asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Kabut asap yang terhirup bisa memperburuk kondisi kesehatan masyarakat yang telah memiliki penyakit asma atau paru-paru. Kosentrasi zat-zat yang ada di dalam kabut asap membuat penderita semakin sulit bernapas dan berpotensi merusak paru-paru. Jika polusi tadi terhirup dalam jangka panjang, bisa menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker paru-paru.

6. Fungsi jantung terganggu

Polutan alias zat-zat berbahaya yang ada di dalam kabut asap juga berisiko masuk ke dalam aliran darah karena ukurannya sangat kecil, di bawah 10 mikrometer. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan plak dalam pembuluh darah dan mengganggu kerja jantung. Sejumlah penelitian menunjukkan bahaya polusi udara, termasuk kabut asap karhutla, dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

(Baca: Indonesia-Malaysia Saling Tuding soal Kabut Asap Kebakaran Hutan )

Halaman: