Naskah Lengkap Pidato Kenegaraan Jokowi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo dengan baju adat suku Sasak NTB menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI dalam Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Penulis: Agustiyanti
16/8/2019, 19.01 WIB

Pendidikan harus berakar pada budaya bangsa memperjuangkan kepentingan nasional dan tanggap terhadap perubahan dunia. Keluarga dan lembaga pendidikan menempati peran sentral dalam pendidikan anak-anak kita. Budi pekerti sopan santun toleransi dan kedisiplinan termasuk kebiasaan mengantri dengan sabar dan teratur harus kita tanamkan sejak dini. Biasa mandiri percaya diri gotong royong dan saling peduli harus kuat ditanamkan dalam pendidikan dasar kita. Mencari sumber belajar sendiri, berpikir kritis, dan tidak mudah terhasut problem solving harus sudah tertanam kuat pada pendidikan menengah kita.

Ketrampilan vokasional yang akan dibutuhkan pasar the emerging skills harus sudah dilatihkan sejak pendidikan menengah ini. Untuk tingkat pendidikan tinggi kita harus berani mencanangkan target tinggi. bahwa SDM lulusan pendidikan tinggi kita harus kompetitif di tingkat regional dan global.

Pertama, SDM kita harus kompetitif dalam karakter yaitu pekerja keras jujur kolaboratif solutif dan enterpreneurship. Kedua, SDM kita harus kompetitif dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang menguasai the emerging skills yang mampu mengisi the emerging jobs dan inovatif dan membangun the emerging business.

Namun, untuk mencetak SDM yang pintar dan berbudi pekerti luhur harus didahului oleh SDM sehat dan kuat. Kita turunkan angka stunting sehingga anak-anak kita bisa tumbuh menjadi generasi yang premium. Kita perluas akses kesehatan dengan pemanfaatan teknologi dan pembangunan infrastruktur dasar ke seluruh pelosok tanah air. Kita tingkatkan kualitas kesehatan dengan pengembangan inovasi dan budaya hidup sehat.

(Baca: Anggaran Pendidikan Rp 505,8 Triliun, Begini Program Baru Jokowi)

Hadirin yang Berbahagia,

Saya sangat menyadari bahwa strategi tersebut membutuhkan ekosistem politik, ekosistem hukum, ekosistem sosial yang kondusif. Kita butuh untuk terus melakukan deregulasi penyederhanaan dan konsistensi regulasi. Kita harus terus melakukan debirokratisasi penyederhanaan kerja, penyederhanaan proses yang berorientasi pada pelayanan. Kita harus terus mencegah korupsi tanpa mengganggu keberanian berinovasi. Kita harus memanfaatkan teknologi yang membuat yang sulit menjadi mudah dan yang rumit menjadi sederhana.

Reformasi perundang-undangan harus kita lakukan secara besar-besaran Saya mengajak kita semua pemerintah DPR DPD dan MPR juga Pemda dan DPRD untuk melakukan langkah-langkah baru. Kita tidak boleh terjebak pada regulasi yang kaku yang formalitas yang ruwet yang rumit yang basa- basi yang justru menyibukkan yang meruwetkan masyarakat dan pelaku usaha. Ini harus kita hentikan.

Kita tidak bisa membiarkan regulasi yang menjebak kita menakut-nakuti kita yang justru menghambat inovasi. Ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya. Regulasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus dihapus. Regulasi yang tidak konsisten dan tumpang tindih antara satu dan lainnya harus diselaraskan, disederhanakan, dan dipangkas.

Namun demikian, kita juga harus tanggap terhadap tantangan baru yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan teknologi yang merusak keadaban bangsa, yang membahayakan persatuan dan kesatuan, yang membahayakan demokrasi, harus kita atur secara terukur.

(Baca: Sri Mulyani Sebut Kualitas SDM Rendah Jadi Hambatan Investasi)

Kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!!

Sekali lagi, inti dari regulasi adalah melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepentingan bangsa dan negara. Regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya. Regulasi harus memberikan rasa aman. Dan regulasi harus memudahkan semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.

Oleh karena itu, ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat. Tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi. Saya ingatkan kepada jajaran eksekutif agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smart phone kita.

Ukuran kinerja para penegak hukum dan HAM juga harus diubah termasuk kinerja pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang keras harus didukung. Penegakan HAM yang tegas harus diapresiasi. Tetapi keberhasilan para penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan.

Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan. Ini perlu kita garis bawahi. Oleh sebab itu manajemen tata kelola serta sistemlah yang harus dibangun.

(Baca: Sri Mulyani Sebut Kualitas SDM Rendah Jadi Hambatan Investasi)

Sekali lagi manajemen tata kelola serta sistemlah yang harus dibangun. Demikian pula ukuran kinerja aparat pengawasan dan birokrasi pelaksana. Tata kelola pemerintahan yang baik bukan diukur dari prosedur yang panjang dan prosedur ketat. Tetapi tata kelola pemerintahan yang baik tercermin dari prosedur yang cepat dan sederhana, yang membuka ruang terobosan- terobosan, dan mendorong lompatan-lompatan.

Orientasi kerja pemerintahan, orientasi kerja birokrasi pelaksana, orientasi kerja birokrasi pengawas, haruslah orientasi pada hasil. Sekali lagi harus berorientasi pada hasil.

Realisasi anggaran bukan diukur dari seberapa banyak anggaran yang telah dibelanjakan tetapi diukur dari seberapa baik pelayanan kepada masyarakat, seberapa banyak kemudahan diberikan kepada masyarakat. Kemudian ukuran akuntabilitas pemerintahan jangan dilihat dari seberapa banyak formulir yang diisi dan dilaporkan tetapi seberapa baik produk yang telah dihasilkan. Anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat.
Pemanfaatan teknologi terbaru telah membuka peluang untuk mempermudah hal-hal yang dulu sulit, untuk mempermurah hal-hal yang dulu mahal, dan mempercepat hal-hal yang dulu lamban dan lama.

Penyederhanaan prosedur dan pemanfaatan teknologi baru dalam bekerja harus pula disertai dengan penyederhanaan organisasi. Organisasi yang tumpang tindih fungsinya harus digabung. Pekerjaan administrasi yang bisa dilakukan oleh komputer, dan oleh kecerdasan buatan Artificial Intelligence, harus mulai dilepas. Oleh karena itu jumlah organisasi dan jumlah aparat yang tidak efisien dan tidak relevan harus mulai dipangkas.

Dan tentu saja peningkatan kualitas dan kultur aparat mulai dari aparat negara, birokrat, TNI dan Polri dan pejabat BUMN, juga harus segera berubah Harus segera berubah! Kita tidak kompromi aparat yang mengingkari Pancasila. Kita tidak kompromi aparat yang tidak melayani yang tidak turun ke bawah. Sebaliknya kita cari kita apresiasi aparat yang selalu menebarkan optimisme, yang melakukan smart shortcut dan yang sepenuh hati melayani rakyat.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya banggakan,

Pada kesempatan yang bersejarah ini. Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan. Ibukota yang bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya.

Dirgahayu Republik Indonesia! Dirgahayu Negeri Pancasila! SDM Unggul, Indonesia Maju! Merdeka!

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Om Shanti Shanti Shanti Om, Namo Buddhaya.

Halaman: