Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan skema transisi pengelolaan blok Corridor pasca habis kontrak pada 2023 dilihat dari kemampuan PT Pertamina (Persero) dalam mengelola blok migas sebelumnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyatakan kondisi turunnya lifting migas di blok-blok terminasi yang baru saja dikelola oleh Pertamina menjadi pertimbangan tersendiri dalam pengelolaan blok Corridor. Maka dari itu proses transisi menurutnya sangat penting.
"Betul. Ini untuk kepentingan negara, untuk lihat keberlangsungan optimasi dari produksi dan lifting. Oleh karena itu, transisi harus sebaik mungkin," ujar Dwi di Gedung Kementerian ESDM, Senin (29/7).
Selain itu, Dwi juga menyebut, pemerintah saat ini tak ingin penurunan kinerja dalam beberapa blok terminasi yang dikelola Pertamina terulang kembali. Maka dari itu, proses transisi di blok Corridor sangat diperhatikan.
(Baca: Kementerian ESDM: Keputusan Blok Corridor Tak Langgar Hukum)
"Terlihat sekali bahwa intervensi pemerintah dalam proses transisi ini penting, tak bisa lepaskan ke perusahaan operator lama dan baru punya kepentingan yang berbeda, ini salah satu kenapa pemerintah putuskan operatorship berikutnya seperti itu. Karena perhatikan keberlangsungan produksi dan lifting," kata Dwi.
Sebagaimana diketahui, pekan lalu, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengumumkan telah memberikan persetujuan perpanjangan pengelolaan Blok Corridor kepada kontraktor eksisting dari semula berakhir pada 2023 menjadi 2043. Kontraktor eksisting yang dimaksud yakni ChonocoPhilips, Pertamina, dan Repsol.
Namun ada yang sedikit berbeda dengan masa transisi sebelumnya, setelah 19 Desember 2023 hingga 19 Desember 2026. Pengelolaan Blok Corridor akan tetap dipegang oleh operator ConocoPhilips. Setelah itu Pertamina baru akan ditunjuk sebagai operator pengelola selanjutnya. Namun Pemerintah belum bisa memberikan kepastian akan waktu masa transisi.
(Baca: Pengamat Nilai Hak Kelola Blok Corridor Diserahkan 100% ke Pertamina)