Aksi penambangan minyak ilegal masih kerap terjadi terutama di Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP (PEP). Presiden Direktur PEP, Nanang Abdul Manaf menjelaskan, pihaknya telah berusaha menindaklanjuti dan menangani kasus penambangan minyak ilegal.
Salah satu upayanya yakni bekerja sama dengan aparat keamanan, Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Namun, aktivitas penambangan minyak ilegal terus terjadi.
"Sudah beberapa kali dilakukan penutupan kerja sama dengan aparat, tapi dibongkar lagi. Terus saja begitu, karena aktivitasnya di tanah mereka," kata Nanang kepada Katadata.co.id Selasa (2/7) malam.
Contohnya, kasus penambangan minyak ilegal yang terjadi di Jambi. SKK Migas mengindikasi, sebagian sumur yang telah ditutup di WK PEP Asset 1 tersebut telah dibuka kembali oleh oknum penambang. Jumlah sumur ilegal pun bertambah menjadi 82 titik dari 49 sumur ilegal yang telah ditutup.
Padahal menurut Nanang, penambangan minyak ilegal hanya merugikan masyarakat. Tidak hanya merusak dan mencemari lingkungan, aktivitas penambangan minyak ilegal juga beresiko menimbulkan korban jiwa.
"Yang jelas terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta banyak korban yang terbakar karena semburan liar hingga ada yang meninggal," ujar Nanang.
(Baca: Penambangan Ilegal Hambat Pengembangan 8 Sumur Migas Pertamina)
Selain itu, aktivitas penambangan liar juga mengurangi produksi minyak untuk Indonesia. Padahal produksi minyak Indonesia dari hari ke hari terus menurun.
Nanang memproyeksi, volume minyak yang diambil dari penambangan ilegal mencapai 1000 barel per hari (BOPD). "Ada info penduduk, lebih dari 1000 BOPD, tapi angka ini perlu diklarifikasi lagi," kata Nanang.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, banyaknya penambangan sumur minyak ilegal sangat mengkhawatirkan terutama dari sisi keamanan Sebab, berpotensi terjadi ledakan (blow out) atau kecelakaan karena membuka sumur minyak secara paksa.
"Dengan kondisi tersebut,seharusnya pemerintah dan aparat terkait harus serius dalam menangani kasus ini. Pertamina EP selaku pemegang WK harus aktif dan bekerjasama dengan aparat pemerintah baik TNI/Polri," kata Mamit.
Apalagi area kerja Pertamina masuk ke dalam objek vital negara. Sehingga harus dilakukan pengawasan secara ketat.
"Biar bagaimanapun,selama WK tersebut belum di relinquish oleh Pemerintah kepada Pertamina, maka Pertamina harus bertanggung jawab terhadap WK tersebut," kata Mamit.
(Baca: Negara Kehilangan Triliunan Rupiah Akibat Tambang Ilegal)