Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden pada Kamis (27/6). Rencananya, sidang akan mulai dibacakan pada pukul 12.30 WIB.
Sidang putusan MK digelar lebih cepat satu hari dari tenggat yang ditetapkan dalam penyelesaian perkara PHPU. Sebelumnya, MK diberi waktu 14 hari hingga 28 Juni 2019 untuk memutus perkara PHPU yang dimohonkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono Soeroso mengatakan, tidak ada alasan khusus mengapa jadwal pembacaan putusan ini dipercepat. “Intinya, karena majelis hakim sudah siap dengan putusan dan untuk bersidang dengan agenda pengucapan putusan," kata Fajar di Gedung MK Jakarta, Senin (24/6) dikutip dari Antara.
Sidang putusan digelar setelah majelis hakim MK menyelesaikan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Melalui RPH, sembilan Hakim Konstitusi berdebat atas permohonan gugatan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut.
(Baca: Jelang Putusan MK, Moeldoko: 30 Orang Terduga Teroris Masuk Jakarta )
Mereka menyandingkan dalil-dalil permohonan Prabowo-Sandiaga dengan alat bukti yang telah diberikan. Majelis hakim MK juga mempertimbangkan keterangan yang disampaikan oleh para pihak, baik Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, KPU, Jokowi-Ma’ruf, dan Bawaslu.
Lebih lanjut, majelis hakim MK juga mempertimbangkan keterangan yang disampaikan oleh saksi dan ahli. “Kami akan berdebat dari apa yang bapak-bapak suguhkan. Memang sangat berat," kata Ketua MK Anwar Usman.
BPN akan Hormati Apapun Hasil Putusan MK
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga mengaku bakal menghormati apapun putusan MK. Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pihaknya mempercayai tindakan Mahkamah ketika mengambil keputusan. "Apapun hasilnya kami menghormati keputusan konstitusional. Masyarakat sudah tahu mana yang legitimate (sah) dan yang tidak,” kata Dahnil.
Hal senada juga disampaikan oleh KPU. Komisoner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya telah siap melaksanakan apapun putusan MK. “Apapun keputusan MK, kita berharap semua pihak dapat menerima," kata Wahyu.
Kubu Jokowi-Ma’ruf pun mengimbau seluruh pihak untuk bisa menerima apapun putusan MK. Setelah itu, para pihak diharapkan bisa melakukan rekonsiliasi. “Sebagai bangsa yang besar, kita wajib melihat ke depan dan melupakan konflik internal untuk sebuah tujuan yang lebih besar: kemajuan bangsa dan negara,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra.
(Baca: Pertarungan Gugatan Pilpres 2019 di MK, Ini Poin-poin Pentingnya)
Untuk diketahui, persidangan PHPU di MK telah berlangsung sejak Jumat (14/6). Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga di awal masa sidang telah membacakan dalil dan petitum permohonannya.
Ada 15 petitum yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga. Salah satunya, yakni meminta majelis hakim MK membatalkan penetapan hasil Pemilu 2019.
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta majelis hakim MK menyatakan perolehan suara Prabowo-Subianto sebesar 68.650.239 atau 52%. Sementara pesaingnya, Joko Widodo-Ma'ruf hanya memperoleh suara sebesar 63.573.169 atau 48%.
Petitum lainnya meminta MK menyatakan bahwa Jokowi-Ma'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif. Ada pula petitum yang meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang di sebagian provinsi.
(Baca: Tak Dapat Restu Polisi, Massa Tetap Lakukan Aksi Kawal Sidang MK)
TKN Minta MK Menolak Seluruh Petitum Prabowo-Sandiaga
Tim Kuasa Hukum KPU dan Jokowi-Ma’ruf dalam tanggapannya meminta agar majelis hakim MK menolak seluruh petitum permohonan Prabowo-Sandiaga. Mereka beranggapan bahwa dalil-dalil permohonan yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga tidak jelas dan kabur.
Ada pun, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga sebelumnya menghadirkan 14 saksi dan dua ahli. Saksi yang dihadirkan, antara lain Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yehamura, Beti Kristiani, Tri Hartanto, Risda Mardiana, Said Didu, dan Hairul Anas. Ada pun, ahli yang dihadirkan dalam persidangan, yakni Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.
KPU tidak menghadirkan saksi dalam persidangan. Mereka hanya menghadirkan seorang ahli dalam persidangan, yakni Marsudi Wahyu Kisworo. Marsudi diketahui merupakan Guru Besar Ilmu Komputer ITB. Dia juga merupakan Komisaris Independen PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) (Tbk).
Lebih lanjut, KPU menghadirkan keterangan tertulis dari ahli lainnya, yakni W Riawan Tjandra. Riawan diketahui merupakan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf menghadirkan dua saksi dan dua ahli saat persidangan. Dua saksi yang dihadirkan, yakni Anas Nashikin dan Candra Irawan.
Anas merupakan Panitia Pelaksana Training TOT bagi seluruh saksi Jokowi-Ma’ruf di seluruh Indonesia. Sementara, Candra merupakan saksi Jokowi-Ma’ruf ketika melakukan rekapitulasi tingkat nasional di gedung KPU, Jakarta.
Dua ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf adalah Edward Omar Syarief Hiariej dan Heru Widodo. Edward diketahui sebagai Guru Besar Fakultas Hukum UGM, sedangkan Heru merupakan Dosen Ilmu Hukum UIA.
(Baca: BW Tuduh Saksi dan Ahli Jokowi-Ma’ruf Beri Keterangan Tak Sesuai Fakta)