Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permintaan Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk memerintahkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan jaminan perlindungan saksi. Majelis hakim MK berpandangan tak memiliki wewenang untuk memerintahkan LPSK memberi perlindungan kepada saksi.
Permintaan agar MK memerintahkan LPSK memberi jaminan perlindungan terhadap saksi awalnya disampaikan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto. Permintaan itu disampaikan Bambang di akhir persidangan sengketa Pilpres di gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6).
Bambang mengatakan, pihaknya akan mengajukan surat hasil konsultasi dengan LPSK kepada MK. Surat tersebut bakal disampaikan karena ada kebutuhan saksi yang khawatir keselamatannya terancam ketika menyampaikan keterangan.
“Ada satu gagasan untuk melindungi saksi, bahwa LPSK menyimpulkan kalau LPSK diperintahkan (MK) menjalankan fungsi perlindungan, maka dia akan melakukan itu,” kata Bambang.
(Baca: Alasan Tim Prabowo Minta Perlindungan LPSK untuk Saksi di Sidang MK )
Menanggapi itu, hakim anggota MK Suhartoyo menilai pihaknya tak bisa mengabulkan permintaan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga. Sebab, tidak ada landasan hukum bagi MK dalam memberikan kewenangan kepada LPSK dalam melindungi saksi.
Di samping itu, Suhartoyo menilai LPSK bekerja berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam aturan tersebut, LPSK hanya dapat melindungi saksi dan korban dalam kasus pidana.
“Ketika MK memerintahkan (LPSK), itu landasan yuridisnya banyak dipertanyakan,” kata Suhartoyo.
Suhartoyo lantas memastikan MK akan memberikan jaminan keamanan kepada saksi saat di persidangan dan sekitarnya. Sebab mulai besok, MK akan menerapkan mekanisme baru untuk menempatkan saksi di lokasi steril.
(Baca: Yusril: Permintaan Perlindungan Saksi Adalah Upaya Pembingkaian Teror)
Selain untuk melindungi saksi, mekanisme itu diterapkan agar keterangan saksi lebih otentik saat diperiksa di persidangan. “Mahkamah bisa beri jaminan keamanan ketika yang bersangkutan ada di ruang sidang atau di sekitar Mahkamah,” kata Suhartoyo.
Hakim anggota MK lainnya, I Gede Dewa Palguna menambahkan, selama ini tidak pernah ada saksi yang mengaku terancam ketika memberikan keterangan di persidangan MK. Dia pun menegaskan MK tak membolehkan ada seorang pun yang merasa terancam ketika bersaksi di persidangan.
Karenanya, Palguna meminta Bambang untuk tak membuat persidangan di MK seolah hal mencekam. “Oleh karena itu jangan sampai sidang ini dianggap begitu menyeramkan, sehingga orang merasa terancam untuk berikan keterangannya di hadapan Mahkamah,” kata Palguna.
Mendengar Palguna, Bambang menilai pihaknya tak hanya menginginkan adanya perlindungan keamanan saat di persidangan dan sekitarnya. Menurut Bambang, perlindungan keamanan terhadap saksi juga diperlukan di luar sidang.
Menurut Bambang, hal ini berangkat dari adanya fakta yang disampaikan langsung oleh saksi bahwa mereka merasa terancam. Meski demikian, Bambang tetap menyerahkan keputusan itu kepada majelis hakim MK.
“Karena itu kami mengajukan surat, semua bergantung pada Mahkamah,” kata Bambang.
(Baca: Debat Tim Jokowi vs Prabowo soal Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres)
Hakim anggota MK Saldi Isra menilai perlindungan baru bisa diberikan jika kehadiran saksi merupakan kebutuhan Mahkamah. Hanya saja, Saldi menyebut kehadiran saksi merupakan kebutuhan dari Prabowo-Sandiaga.
Atas dasar itu, sudah kewajiban dari Prabowo-Sandiaga untuk melindungi saksi tersebut. Selain itu, Saldi meyakini jika aparat Kepolisian pun dapat melindungi saksi tersebut.
Sebab, aparat Kepolisian yang berjaga juga ikut memantau persidangan. “Jadi jangan terlalu didramatisasi lah yang seperti ini,” kata Saldi.