Debat Tim Jokowi vs Prabowo soal Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres

Yuliawati
Oleh Yuliawati
18 Juni 2019, 15:43
debat kewenangan MK, mahkamah kalkulator
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (ketiga kanan) bersama hakim konstitusi lainnya memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin hari ini membacakan jawaban atas permohonan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) yang diajukan  pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Salah satu poin yang disampaikan tim Jokowi-Ma’ruf mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani sengketa Pilpres.

Kedua kubu, memiliki pandangan bertolak belakang mengenai kewenangan MK dalam sengketa Pilpres.  Dalam berkas gugatan yang dibacakan dalam sidang perdana pada Jumat (14/6), tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang diwakili Denny Indrayana mengatakan MK memiliki kewenangan menangani semua proses permasalahan Pemilu. Tidak hanya pada perselisihan jumlah suara, namun juga proses dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM).

Sementara itu, dalam berkas jawabannya, kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan kewenangan MK terbatas pada memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.  Hal ini tercantum dalam pasal 24 C ayat 1 UUD 1945.

(Baca: Yusril Sebut Dalil Permohonan Prabowo-Sandiaga Bersifat Asumtif)

Selanjutnya berdasarkan pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ditegaskan kembali bahwa kewenangan MK adalah menguji UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Lebih jauh MK juga mengatur pasal 8 ayat 1 poin b angka 4 dan 5 PMK 4/2018 tentang permohonan pemohon. Dalam pokok permohonan ditentukan pemuatan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara ditetapkan termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon, sedangkan di dalam Petitum dimuat adanya permohonan menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar.

“Pemohon (tim Prabowo-Sandi) tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil dalam permohonan,” kata Yusril.

(Baca: KPU Tuding Prabowo-Sandiaga Berupaya Menggiring Opini MK Tak Adil)

Dia mengatakan dalam permohonan tim Prabowo-Sandi sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan pihak terkait.  “Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif, sebagaimana disebutkan dalam dalil pemohon,” kata Yusril.

Dia lebih lanjut mengatakan dalil tersebut merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ramadhan, Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...