Harga minyak dunia Kamis (13/6) rebound setelah menyentuh level terendahnya selama lima bulan terakhir pada penutupan perdagangan Rabu (12/6) yang disebabkan kenaikan tak terduga pada persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan prospek suram permintaan minyak dunia.
Mengutip dari Bloomberg Kamis, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik US$ 0,32 atau sebesar 0,7% menjadi US$ 51,46 setelah pada sesi perdagangan sebelumnya turun hingga 4% ke titik terendahnya sejak 14 Januari 2019 di level US$ 51,14 per barel.
Sementara itu harga minyak brent untuk pengiriman Agustus naik US$ 0,75 atau 1,3% menjadi US$ 60,72 per barel. Pada perdagangan Rabu kemarin harga minyak brent sempat jatuh 3,7% ke level terendahnya sejak 28 Januari 2019 di level US$ 59,97 per barel.
(Baca: Permintaan Melemah, Harga Minyak Indonesia pada Mei Turun Jadi US$ 68)
"Pasar masih tidak percaya terhadap kenaikan persediaan minyak mentah ini, dan mereka tidak dapat memprediksi lebih jauh. Sulit untuk menebak kenaikan persediaan minyak EIA setiap minggu," tutur Analis Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dikutip Reuters, Kamis (13/6).
US Energy Information Administration (EIA) menyampaikan bahwa stok minyak mentah AS naik secara tak terduga dalam dua minggu secara berturut-turut setelah analis memperkirakan penurunan sebesar 481.000 barel. Pada posisi 485,5 juta barel, stok minyak AS naik 2,2 juta barel ke posisi tertingginya sejak Juli 2017 dan 8 persen di atas rata-rata lima tahun terakhir.
EIA pada Selasa (11/6) memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun ini yang juga menekan harga minyak berjangka. Ketegangan perdaganngan antara AS dan Tiongkok, dua konsumen minyak terbesar dunia, juga memberikan terhadap harga minyak mentah dunia.
(Baca: Pertamina Tambah Serapan Minyak Mentah Dalam Negeri Jadi 141 Ribu bph)
Goldman Sachs mengatakan, prospek makroekonomi yang tidak pasti dan produksi minyak yang tidak menentu dari Iran dan produsen minyak lainnya dapat mendorong menyebabkan negara yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk kembali membatasi produksi.
Seperti diketahui, tahun ini negara-negara OPEC dan negara produsen minyak non-OPEC seperti Rusia telah membatasi produksi minyaknya menjadi hanya 1,2 juta barel per hari untuk mendongkrak harga minyak mentah dunia. Pertemuan pada akhir Juni nanti akan memutuskan apakah produsen minyak utama dunia akan memperpanjang pembatasan produksinya.
Menteri Energi Uni Emirat Arab, Suhail bin Mohammed al-Mazroui menuturkan, kalau anggota OPEC hampir mencapai kesepakatan untuk melanjutkan pembatasan produksi minyak. Sementara Aljazair telah melayangkan gagasan meningkatkan pengurangan pasokan minyak OPEC pada semester II 2019 karena jatuhnya permintaan.
(Baca: Perang Dagang Berisiko Tekan Harga Minyak, Batu Bara, dan Metal)