Tarif Batas Atas Tiket Turun, Perusahaan Penerbangan Terancam Tertekan

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Pemerintah menurunkan batas atas tarif tiket pesawat. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics Piter Abdullah Redjadalam, hal ini dapat menekan kinerja industri penerbangan.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
14/5/2019, 12.15 WIB

Pemerintah telah menurunkan tarif batas atas tiket pesawat sebesar 12-16% mulai besok, 15 Mei 2019. Namun, Direktur Riset Center of Reform on Economics Piter Abdullah Redjadalam menilai aturan tersebut justru dapat menekan keuangan maskapai penerbangan.

"Dengan menekan tarif batas atas, sama saja dengan menekan industri penerbangan. Maskapai tertekan dari atas dan bawah, yaitu tekanan biaya dan penerimaan," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (14/5).

Menurutnya, tiket pesawat yang mahal bukan masalah kecil, melainkan masalah struktural. Hal ini tercermin dari kerugian yang dialami oleh PT Garuda Indonesia (Persero) sebagai pemimpin pasar dalam industri penerbangan.

Ia melihat maskapai menaikkan harga tiket karena adanya lonjakan struktur biaya penerbangan, terutama harga bahan bakar avtur, biaya leasing atau kredit pesawat, dan gaji pegawai. Sebagian besar biaya itu memakai mata uang dolar AS. Namun maskapai menggunakan rupiah untuk menjual tiketnya.

(Baca: Harga Tiket Dikaji Turun, Garuda Incar Pemasukan dari Kargo dan Iklan)

Karena itu, Piter menilai pemerintah tidak bisa mengintervensi tarif tiket pesawat, meskipun langkah itu untuk memperbaiki konsumsi masyarakat. Intervensi seperti yang dilakukan baru-baru ini justru dapat memperburuk kinerja keuangan maskapai.

Menurut dia, kebijakan penurunan batas atas tarif itu tak dapat menurunkan harga tiket pesawat. “Hanya mengerem laju kenaikan harganya, tidak menurunkan,” katanya.

Terlepas dari masalah itu, ia memprediksi konsumsi masyarakat terhadap tiket pesawat akan tinggi bulan ini karena jelang Lebaran 2019. Usai Idul Fitri, permintaan akan menurun dan imbasnya ke sektor pariwisata.

(Baca: Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Januari-April Anjlok hingga 40%)

Masalah tiket pesawat tak bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Menurut Piter, pemerintah perlu mengintegrasikan konektivitas transportasi di sejumlah wilayah, seperti ketersediaan jalan raya maupun kereta api.

Hal tersebut dapat menjadi solusi agar maskapai dapat melakukan efisiensi penerbangan, terutama di kaawasan terpencil. Selama ini, penerbangan untuk kawasan terpencil sangat mahal karena peminatnya rendah dan tidak efisien.

Maskapai Penerbangan Murah Diimbau Turunkan Harga Tiket

Pemerintah kemarin menurunkan tarif batas atas tiket pesawat udara sebesar 12%-16% atau rata-rata 15%. Aturan ini berlaku untuk maskapai berlayanan penuh atau full service airline (FSA). Penurunannya berdasarkan rute dan tingkat okupansi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, perhitungan penurunan tarif berdasarkan Harga Pokok Produksi maskapai, tetapi hanya untuk FSA. Nantinya, bakal ada pembaruan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 2019 yang menentukan batas atas tarif pesawat.

Budi juga mengungkapkan, penurunan tarif batas atas pesawat tidak berlaku untuk low cost carrier (LCC) atau pesawat berbiaya murah. "Kami imbau kepada maskapai LCC untuk penyesuaian tarif, paling tidak berikan ruang 50% dari tarif batas atas," kata dia.

Dia menambahkan, mekanisme pasar bakal berlaku untuk maskapai LCC. Sehingga, Kementerian Perhubungan bakal menggunakan waktu untuk sosialisasi keputusan Rakortas kepada seluruh maskapai nasional.

(Baca: Bola Panas soal Mahalnya Harga Tiket Pesawat di Kabinet)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan perkembangan harga tarif angkutan udara naik lebih tinggi daripada tarif moda transportasi lain. Sebab, kenaikan tarif angkutan udara untuk penumpang mencapai 11,14% dalam triwulan pertama 2019.

Namun, perubahan tak sebesar itu untuk moda transportasi lain. Untuk periode yang sama, tarif angkutan darat untuk penumpang hanya meningkat 1,69%, tarif kereta api naik 2,14%, angkutan laut meningkat 2,01%, serta angkutan penyebrangan naik 1,69%.

Darmin mengungkapkan, kenaikan itu menunjukkan beban untuk konsumen mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Apalagi, pariwisata juga termasuk salah satu sektor yang terkena dampak besar mahalnya tarif pesawat.

Karena itu, dia menyatakan pemerintah juga bertugas untuk memperhatikan harga di tingkat konsumen, bukan hanya maskapai. Dia juga meminta sosialisasi hanya berlangsung selama dua hari untuk antisipasi penggunaan angkutan udara dalam rangka Lebaran.

Darmin juga meminta maskapai penerbangan segera melakukan penyesuaian dengan pertimbangan tingkat harga. "Kami juga akan komunikasi dengan Menteri BUMN untuk penyesuaian di tingkat pelaku usaha," katanya.

(Baca: INACA Nilai Permintaan Penurunan Harga Tiket Pesawat Sulit Diwujudkan)