Faktor Pemicu Kekalahan Jokowi di Sumatera

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.
Calon Presiden petahana Joko Widodo (tengah) berorasi dalam kampanye terbuka di Lapangan Karebosi, Makasar, Sulawesi Selatan, Minggu (31/3/2019). Jokowi berpesan kepada pendukungnya untuk berbondong-bondong ke TPS menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 17 April 2019 mendatang.
Penulis: Muchamad Nafi
23/4/2019, 10.58 WIB

Edi menilai strategi yang dipakai untuk memenangkan Jokowi oleh tim sukses di Sumatera Barat ini tidak menjawab persoalan. Terkait ideologi, misalnya, sejak awal PDI Perjuangan selaku partai pengusung utama Jokowi sulit mendapat tempat di hati masyarakat Sumatera Barat.

Jika menggunakan pendekatan polarisasi kemajemukan, Jokowi dominan mendapat suara di Dharmasraya yang notabene dihuni oleh transmigran dari Pulau Jawa. Dari sisi psikologis, ia melihat ada yang memandang hal ini adalah pilihan yang hebat dan rasional.

(Baca: Menang 56% di Yogyakarta Tahun 2014, Jokowi Bidik 70% di Pilpres 2019)

 Gejala perilaku seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Pada negara maju seperti Amerika Serikat pun terjadi, tidak bisa semata soal rasional dan tidak rasional. Selain itu, semakin maraknya penggunaan media sosial berandil membuat masyarakat lebih memilih Prabowo di Sumatera Barat.


Kekalahan Jokowi di Sumatera Sudah Terdeteksi

Sebenarnya, sejumlah sigi yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei sudah melihat rendahnya elektabilitas Jokowi-Maruf. Charta Politika, misalnya, mencatat elektabilitas pasangan ini masih rendah di Sumatera, kalah dibandingkan Prabowo -Sandiaga. Perolehan suara pasangan calon petahana di wilayah ini hanya 43,3 persen.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengungkapkan kekalahan Jokowi-Ma'ruf paling telak terjadi di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Riau. Pasangan ini hanya unggul di Lampung. Wilayah yang cukup bersaing elektabilitas di antara keduanya, yakni Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu dan Bangka Belitung.

(Baca: Dua Penyebab Elektabilitas Jokowi-Maruf Turun Jelang Pilpres

Menurut Yunarto, kekalahan Jokowi-Ma'ruf di Sumatera Selatan dan Riau salah satunya akibat turunnya harga komoditas karet. Mengacu perdagangan di Tokyo Commodity Exchange, harga karet pada Januari 2018 sempat menyentuh ¥ 214 per kilogram. Kemudian terus turun hingga ¥ 152 per kilogram pada November 2018.

Sejak Desember 2018 hingga Maret lalu, harga karet memang sempat membaik, tapi masih belum mencapai ¥ 200 per kilogram. “Harga karet dulu jauh lebih tinggi. Pemilih hanya tahu apa yang mereka rasakan,” kata Yunarto.

Halaman:
Reporter: Antara