Batik adalah produk budaya dengan pengaruh keraton yang kental. Pada masa lalu, batik bermotif parang, kawung, truntum, atau slobok dilarang digunakan oleh mereka yang bukan berasal dari kalangan raja atau bangsawan. Lalu bangaimana dengan rakyat biasa?
Alternatifnya adalah Batik Sudagaran. Batik ini merupakan batik yang dibuat oleh para saudagar di Surakarta dan sekitarnya. Meski sama-sama dibuat dengan metode tradisional, Batik Sudagaran memiliki motif khusus di luar pakem keraton.
Kolektor batik Hartono Sumarsono meluncurkan buku Sudagaran Solo dalam pameran Adiwastra Nusantara 2019 di JCC Senayan, Jakarta, pekan lalu. Buku itu mengungkapkan tentang batik Sudagaran Solo, serta koleksi batik karya saudagar di luar keraton.
"Ternyata batik karya saudagar ini tak kalah bagusnya dengan hasil batik keraton," kata Hartono dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (25/3).
(Baca: Produksi Batik dan Tenun Serap Lebih dari 70 Ribu Tenaga Kerja)
Untuk menjelaskan informasi tentang batik tersebut didokumentasikan dalam buku Sudagaran Solo. Dalam buku ini ada sekitar 200 motif batik yang ditampilkan dari berbagai macam referensi.
Hartono sebelumnya mengaku kesulitan untuk menemukan data atau narasumber pendukung ketika menyusun buku tentang batik. Namun, kecintaannya terhadap batik membuat dia bisa menemukan pembuat batik atau kolektor lain yang membantunya menyelesaikan buku tersebut.
Dalam penulisan buku Sudagaran Solo, Hartono juga dibantu oleh Helen Ishwara, L.R. Supriyapto Yahya, serta Xenia Moeis. Fotografer ternama Arbain Rambei juga ikut membantu Hartono dalam memberi ilustrasi foto serta pengambaran dalam membahas keunikan batik Sudagaran Solo.
Dengan buku ini, dia berharap buku Sudagaran Solo dapat membantu generasi muda untuk mencari referensi tentang batik.
Kolektor Batik
Hartono sebelumnya dikenal sebagai pengusaha batik. Dia memulai bisnis batik dengan label Batik Kencana Ungu sejak 1972 di Jakarta. Tak lama berselang, dia pun mulai tertarik menjadi seorang kolektor batik. Tujuannya kala itu, untuk untuk melestarikan budaya kain tradisional Indonesia.
Dia mengkoleksi batik-batik corak kuno sejak 1983. Batik koleksi pertama Hartono adalah batik dari pesisir, seperti Pekalongan dan Lasem. "Koleksi batik saya yang paling tua itu berasal dari tahun 1850-an," ujarnya.
(Baca: Ekspor Batik Indonesia Capai Rp 747 Miliar Sepanjang 2018)
Selain Sudagaran Solo, Hartono juga pernah menulis dan mempublikasikan empat buah buku yaitu Batik Pesisir Pusaka Indonesia, Benang Raja Menyimpul Keelokan Batik Pesisir, Batik Garutan, serta Batik Betawi. Dia mengaku mengedepankan visual batik sehingga dan detailnya terlihat kentara.
Buku batik Sudagaran Solo diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama memiliki total 256 halaman. Buku itu sudah bisa dibeli di toko buku mulai tanggal 15 April 2019 dengan harga Rp 500.000.