Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus suap pengadaan kontainer dan boiler untuk Pabrik Blast Furnace milik PT Krakatau Steel (Persero) pada 2019. Salah satu tersangka Direktur Teknologi dan Produksi perusahaan pelat merah tersebut, yaitu Wisnu Kuncoro (WNU).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan pihaknya telah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara. “Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa," kata dia saat Konferensi Pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (23/3).
(Baca: Akui OTT KPK, Kementerian BUMN Dukung Proses Hukum di Krakatau Steel)
Secara rinci, Wisnu Kuncoro dan seseorang dari pihak swasta yaitu Alexander Muskitta (AMU) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan dua orang lainnya dari pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap, yaitu Kenneth Sutarja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudi Tjokro (KET).
Semua tersangka sudah diamankan, kecuali Kurniawan Eddy Tjokro. “KPK mengimbau kepada KET untuk segera datang ke Gedung Merah Putih KPK untuk menyerahkan diri," kata Saut.
Sebagai pihak yang diduga penerima Wisnu Kuncoro dan Alexander Muskitta disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Baca: Perkuat Sektor Hulu, Krakatau Steel Operasikan Pabrik Blast Furnace)
Ancaman hukuman sesuai Pasal 11 yaitu pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sementara ancaman hukuman sesuai Pasal 12 yaitu penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Di sisi lain, sebagai pihak yang diduga pemberi Kenneth Sutarja dan Kurniawan Eddy Tjokro disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukuman sesuai Pasal 5 yaitu penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Sementara ancaman hukuman sesuai Pasal 13 yaitu penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling banyak Rp 150 juta.
Terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK
Kasus suap ini terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bintaro, Tangerang Selatan, yang diikuti serangkaian penangkapan di berbagai lokasi pada Jumat (22/3). KPK mengamankan enam orang dan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 20 juta dan sebuah buku tabungan dengan nominal sekitar Rp 131,64 juta.
Dari enam orang yang diamankan, tiga di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka yaitu Wisnu, Alexander, dan Kenneth. Sedangkan tiga lainnya yaitu General Manager Blast Furnace KS berinisial HTO dan sopirnya, serta General Manager Central Maintenance and Facilities KS berinisial HES. Ketiganya berstatus sebagai saksi.
OTT dilakukan setelah KPK memperoleh informasi bahwa akan ada penyerahan uang dari Alexander kepada Wisnu di sebuah pusat perbelanjaan di Bintaro, Tangerang Selatan. Diduga penyerahan uang tersebut berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa di Krakatau Steel.
Di lokasi, KPK mendapatkan bukti sehingga mengamankan Alexander dan Wisnu. Dari tangan Wisnu, KPK menyita Rp 20 juta yang dibungkus dalam kantung kertas berwarna coklat dan buku tabungan atas nama Aleksander.
Secara bersamaan, tim KPK mengamankan pejabat Krakatau Steel lainnya berinisial HTO dan sopirnya di Wisma Baja, Kuningan, Jakarta Selatan. Kemudian, tim KPK tersebut mengamankan Kenneth di rumah pribadinya di daerah Kelapa Gading.
Sementara itu, tim KPK lainnya mengamankan pejabat Krakatau Steel berinisial HES di di rumah pribadinya di Cilegon, Banten. Dengan demikian, total enam orang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjani proses pemeriksaan dan klarifikasi.