Pemimpin Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab diyakini akan kembali ke Indonesia jika pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Pasalnya, Rizieq tidak yakin pemerintah akan mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) jika petahana kembali terpilih dalam Pilpres mendatang.
Ketua Umum Habib Rizieq Shihab (HRS) Center Abdul Chair Ramadhan mengatakan, kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi pemimpin FPI tersebut untuk kembali ke Tanah Air. Tanpa pergantian kepemimpinan, sulit bagi pria yang sempat tersandung kasus pornografi tersebut untuk kembali ke Indonesia. "Imam besar katakan kalau Prabowo menang, beliau akan pulang," kata Chair di Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Rabu (6/2).
Selain Rizieq, Chair juga menyinggung sejumlah nama yang menurutnya dikriminalisasi oleh pemerintah. Misalnya, Ahmad Dhani, Jonru Ginting, Alfian Tanjung, hingga Buni Yani. Semua kasus yang dituduhkan kepada nama-nama tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Padahal, menurut ketentuan pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 itu berlaku jika merugikan kepentingan Indonesia," kata dia.
(Baca: Hoaks Marak, Jokowi: Penyebar Isu Ingin Pemerintah Terlihat Bersalah)
Oleh karena itu, dia menilai harus ada gerakan untuk mengawal pemilihan presiden secara masif. Ini agar elit yang berkuasa tidak mencederai hukum seperti yang dianggapnya terjadi saat ini. Chair yang sebelumnya maju sebagai calon legislator dari Partai Bulan Bintang (PBB) ini juga mundur dari partainya atas nama ketaatan pada Rizieq. Pasalnya, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PBB pada Januari lalu memutuskan untuk mendukung paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. "Saya calon, tapi saya putuskan mundur," ujar dia.
Anggota Komisi III dari Partai Gerindra Muhammad Syafi'i mengatakan, kinerja penegakan hukum di bawah pemerintahan Jokowi perlu dicermati. Selain Polri dan Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga disoroti lantaran hanya fokus melakukan penindakan saja. Padahal, aspek pencegahan juga menjadi hal penting dalam pemberantasan korupsi. "Karena saat ini yang paling banyak adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT), tapi menurunkan keinginan korupsi tak dilakukan KPK," kata Syafi'i.
(Baca: Divonis 1,5 Tahun karena Ujaran Kebencian, Ahmad Dhani Ajukan Banding)