Kemenko PMK: Hanya 10% Tenaga Kerja Indonesia Lulusan Perguruan Tinggi

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Mahasiswa berkunjung di stan saat pameran pendidikan Inggris 2017 di Aston Hotel, DI Yogyakarta, Kamis (9/3). Pameran pendidikan yang diikuti 19 institusi pendidikan asal Inggris tersebut untuk memberikan informasi rinci tentang program pendidikan di Inggris kepada calon mahasiswa.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
24/1/2019, 08.42 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyatakan mayoritas angkatan kerja berusia produktif mengenyam pendidikan rendah. Data kementerian mencatat, hanya 10% penduduk usia produktif yang mengenyam gelar pendidikan tinggi. Sementara 65% penduduk merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta 25% adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Deputi Menteri Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono menyatakan dominasi usia produktif yang belum berpendidikan tinggi akan menjadikan produktivitas penduduk rendah. "Kita pasti akan kalah dibandingkan negara lain yang proporsi penduduk berpendidikan perguruan tinggi lebih besar," kata Agus di Jakarta, Rabu (23/1).

Menurutnya, kualitas sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap daya saing perusahaan dan industri untuk menggerakkan sektor produksi. Sehingga, Indonesia harus memperbesar kapasitas tenaga kerja yang berpendidikan tinggi.

(Baca: Menristekdikti Usulkan Tunjangan Kinerja untuk Pengajar Vokasi)

Agus menjelaskan, pemerintah telah merevitalisasi vokasi dan politeknik untuk meningkatkan kualitas sumber daya. Kemudian, program studi untuk vokasi juga semakin dipertajam dengan beasiswa bidik misi. Tujuannya, supaya para pelajar mendapatkan jaminan untuk mendapatkan pendidikan yang baik serta kemampuan industri.

Dia mengungkapkan, pemerintah memperhatikan kesenjangan dalam pendidikan karena ketidakmampuan masyarakat untuk mendapatkan gelar yang lebih baik. Indikator sosial nasional menunjukkan, tak lebih dari 10% sampai ke pendidikan tinggi dari 20% masyarakat terbawah. Padahal, sebesar 50% dari 20% masyarakat kalangan atas mampu melanjutkan sampai perguruan tinggi.

Halaman:
Reporter: Michael Reily