Terbelahnya Suara Pendukung Empat Partai untuk Pilpres 2019

Arief Kamaludin | Katadata
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saling serang dalam debat perdana Pilpres 2019. Dalam segmen kedua, Jokowi dan Prabowo saling menimpali mengenai isu penegakan hukum.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
24/1/2019, 08.37 WIB

Suara pendukung empat partai, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, Partai Demokrat, dan Partai Berkarya untuk pasangan calon (paslon) yang didukungnya dinilai paling tidak solid. Hal ini terjadi karena para pendukung partai-partai tersebut kesulitan mengidentifikasi perbedaan ideologi antarpartai sehingga cenderung memilih paslon berdasarkan faktor kedekatan, pemahaman, dan preferensi mereka.

Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan hanya 53,7% pendukung PPP yang memilih paslon nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Sebanyak 43,2% memutuskan memilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sementara, 3,1% pendukung PPP tidak menjawab.

Sementara itu, pendukung Hanura yang memilih Jokowi-Ma'ruf sebesar 59,1%. Sebanyak 39,6% memilih Prabowo-Sandiaga. Adapun 1,3% pendukung Hanura tidak menjawab.

"PPP dan Hanura paling banyak terbelah kepada oposisi," kata Peneliti Senior Indikator Politik Indonesia, Rizka Halida, di kantornya, Jakarta (23/1).

Pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menjadi anggota Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang paling solid mendukung Jokowi-Ma'ruf. Sebanyak 90,1% pendukung PDIP menyatakan bakal memilih Jokowi-Ma'ruf. Hanya 6% pendukung PDIP yang menyatakan memilih Prabowo-Sandiaga. Sebanyak 3,9% pendukung menyatakan tidak menjawab.

Pendukung PSI yang memilih Jokowi-Ma'ruf sebanyak 91,9%. Sedangkan 8,9% sisanya memilih Prabowo-Sandiaga. Adapun, seluruh pendukung PKPI solid memilih Jokowi-Ma'ruf. "Golkar, PKB, Nasdem, dan Perindo sekitar 27-31% basisnya tidak searah dengan arah partai," kata Rizka.

Sementara di kubu Prabowo-Sandiaga, pendukung Partai Demokrat dan Partai Berkarya dinilai paling tidak solid. "Demokrat dan Berkarya paling banyak terbelah mendukung petahana," kata Rizka.

Sebanyak 54,1% pendukung Demokrat memilih Prabowo-Sandiaga. Sebanyak 40,5% pendukung Demokrat menyatakan memilih Jokowi-Ma'ruf. Adapun 5,4% pendukung Demokrat tidak menjawab.

Di Partai Berkarya, sebanyak 44,8% responden menyatakan mendukung Prabowo-Sandiaga. Ada 42,1% pendukung Partai Berkarya yang memilih Jokowi-Ma'ruf. Sebanyak 13,1% lainnya tidak menjawab.

Adapun pendukung PAN yang memilih Prabowo-Sandiaga sebanyak 71,9%. Sebanyak 26% mendukung Jokowi-Ma'ruf dan 2,1% lainnya tidak menjawab.

Pendukung PKS yang memilih Prabowo-Sandiaga sebesar 73,7%. Ada 21,1% pendukung PKS yang memilih Jokowi-Ma'ruf. Sebanyak 5,2% lainnya tidak menjawab.

Sementara itu, pendukung Gerindra yang memilih Prabowo-Sandiaga paling solid, yakni 81,5%. Hanya 14,1% pendukung Gerindra yang memilih Jokowi-Ma'ruf sedangkan 4,4% lainnya tidak menjawab.

(Baca: Basis Pendukung Jokowi-Ma'ruf di Sumatera, Jabar, dan Banten Terbelah)

Terpengaruh Banyak Faktor

Rizka mengatakan, pembelahan pendukung ini terjadi karena mereka masih kesulitan mengidentifikasi diferensiasi ideologi antarpartai. Pasalnya, ideologi partai-partai yang ada di Indonesia terlihat serupa.

Selain itu, belum terlihat adanya keselarasan antara ideologi partai dengan kebijakan calon yang diusungnya. Alhasil, para pendukung pun memilih paslon hanya berdasarkan kedekatan, pemahaman, dan kesukaan terhadap calon.

Lebih lanjut, Rizka juga menilai pembelahan dukungan ini juga terjadi karena faktor lingkungan sosial. Pilihan masyarakat cenderung serupa di satu wilayah yang sama. Ada pula faktor politik identitas yang menggerakkan pilihan masyarakat di suatu wilayah dengan basis agama kuat. "Ada faktor lingkungan sosial, faktor demografis tadi," kata Rizka.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate menilai pembelahan dukungan di PPP dan Hanura karena belum selesainya konflik internal di dua partai tersebut. Alhasil, mesin kedua partai tersebut sempat tidak optimal untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf.

Sementara itu, Politisi Demokrat Roy Suryo menilai pendukung partainya masih belum solid memilih Prabowo-Sandiaga karena sejak awal bermain politik dua kaki. Demokrat membolehkan para kader dan simpatisannya menentukan pilihan pasangan calon pada Pilpres 2019.

Hal tersebut ditujukan agar Demokrat dapat lebih fokus memenangkan Pileg. "Memang sejak awal di Demokrat itu sempat disampaikan kita memberikan kebebasan pada anggota Partai Demokrat untuk menentukan pilihannya," kata Roy.

Meski demikian, Roy mengklaim keterbelahan pendukung Demokrat dari Prabowo-Sandiaga saat ini semakin kecil. Ini karena Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mulai ikut mengkampanyekan Prabowo-Sandiaga di berbagai wilayah.

Indikator Politik sebelumnya mengadakan survei pada 16-26 Desember 2018 dengan melibatkan 1.220 responden. Survei dilakukan melalui pemilihan responden secara acak atau multistage random sampling. Tingkat kesalahan alias margin of error dalam survei ini +/- 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%. Kontrol kualitas dilakukan terhadap 20% sampel.

(Baca: Debat Perdana Pilpres 2019 Dinilai Antiklimaks)

Reporter: Dimas Jarot Bayu