Menkumham Tegaskan Baasyir Tak Bisa Bebas Jika Tak Penuhi Syarat

ANTARA/Hafidz Mubarak
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, Abu Bakar Baasyir harus memenuhi persyaratan dari pemerintah jika ingin dibebaskan.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
23/1/2019, 19.42 WIB

Pemerintah tidak akan membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir jika ia tidak memenuhi persyaratan hukum yang ditetapkan. Jika Baasyir dibebaskan tanpa syarat, akan banyak narapidana lainnya yang meminta hal serupa.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, Abu Bakar Baasyir hingga saat ini belum menandatangani dokumen pembebasan bersyarat yang diserahkan sejak Desember 2018. Dokumen tersebut berisi ikrar setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Ya sudah, kalau memang belum ditandatangani, kami enggak bisa melakukan apa-apa," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/1).

Pemerintah sudah memberikan peluang pembebasan bersyarat dengan alasan kemanusiaan mengingat usia Baasyir yang sudah mencapai 81 tahun dan kesehatannya semakin menurun. Namun, pemerintah tak bisa menabrak ketentuan yang ada hanya untuk membebaskan Baasyir.

Jika hal tersebut dilakukan, persoalannya akan semakin rumit. Sebab, akan ada banyak narapidana lainnya meminta hal serupa Baasyir. "Jika ditabrakkan pada ketentuan, nanti masih ada beberapa puluh orang begitu, kan repot urusannya," kata Yasonna.

Presiden Joko Widodo sebelumnya berencana membebaskan Baasyir pekan ini. Hanya saja, rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir terkendala dua persyaratan yang belum disetujui oleh terpidana kasus terorisme tersebut. Kedua prasyarat yang dimaksud adalah pernyataan untuk setia kepada NKRI dan Pancasila, serta mengakui dan menyesali tindakan pidana yang dilakukan.

Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan, soal setia pada Pancasila dan NKRI, Baasyir beralasan belum ada argumentasi yang memuaskan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki tersebut. Penasihat hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, sempat membujuk Baasyir dengan mengatakan Islam dan Pancasila tidak bertentangan.

Namun, Baasyir tetap berkukuh dengan pendapatnya. Sedangkan untuk poin penyesalan, Baasyir tidak mau mengakuinya. "Biarpun beliau dipenjara, namun tidak mau mengakui pidana," kata Mahendradatta.

(Baca: Pembebasan Baasyir Hanya Bisa Dilakukan Jika Presiden Ubah UU)

Mengubah Undang-Undang

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai, pembebasan murni hanya bisa diberikan melalui putusan pengadilan tingkat pertama, yang membuktikan orang tersebut tidak bersalah. "Dia sudah dihukum, masa mau bebas murni?" kata Mahfud di kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Selasa (22/1).

Saat ini, tidak ada regulasi yang bisa membebaskan Baasyir dari penjara. Jika ingin dibebaskan bersyarat, Baasyir harus sudah menjalani dua pertiga masa hukumannya. Baasyir sebelumnya dihukum penjara selama 15 tahun pada 2011 karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh pada 2010.

Mahfud menilai, masih perlu dua tahun lagi untuk Baasyir bisa memenuhi syarat tersebut. "Belum lagi harus ada asimilasi kan, pembinaan yang dilakukan pemerintah, dia harus ikuti dulu itu syaratnya," kata dia.

Pembebasan tanpa syarat bisa dilakukan kepada Baasyir setelah masa hukumannya habis. Namun, perlu keputusan pengadilan yang baru untuk membebaskan Baasyir tanpa syarat. Selain itu, bebas tanpa syarat dapat diberikan jika Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baasyir diterima oleh Mahkamah Agung (MA).

(Baca: Keluarga Berharap Pembebasan Abu Bakar Baasyir Tak Dibatalkan )

Reporter: Dimas Jarot Bayu