Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai gaya komunikasi Prabowo dalam Debat Pilpres 2019 kurang garang dan terlalu santun. Hal ini lantaran Prabowo dinilai menjaga perasaan lawannya, yakni pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Saya sangat menghargai, tapi juga menyayangkan Prabowo terlalu santun," kata Direktur Materi Debat BPN Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). Hal itu terlihat ketika Prabowo menyampaikan perihal penegak hukum yang berafiliasi dengan partai politik.
Menurut Sudirman, seharusnya Prabowo bisa langsung menyebut nama Jaksa Agung M Prasetyo ketika membicarakan hal itu. Prasetyo diketahui merupakan politisi dari Partai Nasdem.
Prabowo pun bisa bercerita banyak kepala daerah yang harus berpindah haluan politik agar tidak tersangkut perkara hukum. "Itu kan sesuatu yang sebetulnya gamblang, tapi beliau sangat menjaga untuk tidak menyerang," kata Sudirman.
Meski demikian, Sudirman menilai gaya komunikasi Prabowo tak perlu diubah. Sudirman menilai hal yang lebih penting bahwa pesan dari Prabowo bisa sampai kepada masyarakat.
BPN Prabowo-Sandiaga akan melakukan evaluasi dari debat perdana ini. Hal tersebut ditujukan agar ke depannya Prabowo-Sandiaga dapat lebih baik tampil dalam debat. "Akan dilakukan perbaikan," kata Sudirman.
(Baca: Ditutup Tanpa Apresiasi, Debat Diwarnai Saling Sindir)
Pertanyaan Tidak Relevan
Sementara itu, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyayangkan pertanyaan Joko Widodo (Jokowi) kepada Prabowo yang menyinggung soal partai politik. Menurut AHY, pertanyaan tersebut tidak relevan disampaikan dalam debat Pilpres 2019.
"Beberapa pertanyaan ditanyakan tentang partai, padahal ini calon presiden, calon kepala negara, calon kepala pemerintahan," kata AHY di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1).
Menurut AHY, seharusnya pertanyaan yang disampaikan Jokowi lebih kepada isu-isu kenegaraan dan pemerintahan. "Bagi saya seharusnya pertanyaan lebih membuka pemahaman publik terhadap calon-calon mereka," kata AHY.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Muzani. Menurutnya, tidak tepat Jokowi memberikan pertanyaan yang menyerang partai politik. Perdebatan seharusnya berkaitan dengan tentang ideologi dan pengelolaan negara. "Yang kita sedikit beri catatan kenapa kemudian perdebatan menjadi menyerang partai," kata Muzani.
Jokowi sebelumnya sempat menanyakan kepada Prabowo terkait calon anggota legislatif dari Gerindra yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW), Jokowi menyebut caleg mantan narapidana korupsi paling banyak berasal dari Gerindra.
Jokowi pun membenturkan data tersebut dengan janji Prabowo terkait pemberantasan korupsi. Prabowo awalnya mengatakan tak mempercayai data ICW tersebut dan menilai data tersebut sangat subjektif. "Saya tidak setuju itu, saya seleksi caleg-caleg tersebut. Kalau ada bukti juga silakan laporkan," kata Prabowo.
Prabowo pun meminta Jokowi tidak menuduh partai yang diketuainya tersebut macam-macam. "Kalau ada anggota Gerindra yang korupsi, saya yang akan masukin ke penjara sendiri," kata Prabowo.
Ia menilai para caleg mantan narapidana korupsi itu sudah menjalani proses hukum. Jika dikehendaki rakyat, bisa jadi karena mereka punya kelebihan lain.
Mungkin juga, kata Prabowo, nilai korupsi yang dilakukan para caleg tersebut tak seberapa. "Kalau merugikan rakyat triliunan, itu yang saya kira harus kita habiskan di negeri ini," kata Prabowo.
(Baca: Disinggung Soal Caleg Koruptor, Prabowo Subianto Naik Pitam)