Perusahaan Swasta yang Terapkan Sistem Manajemen Antisuap Masih Minim

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Penulis: Dimas Jarot Bayu
5/12/2018, 14.02 WIB

Perusahaan swasta yang menerapkan standar SNI ISO 37001:2016 mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan masih minim. Mereka enggan menerapkan standar tersebut karena dinilai memakan biaya besar.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) hingga akhir November 2018 mencatat baru 72 organisasi yang telah menerapkan SNI ISO 37001:2016. Dari jumlah tersebut, 47 organisasi berasal dari pemerintah sedangkan 25 organisasi dari swasta. Padahal, standar sertifikasi tersebut penting untuk bisa mencegah korupsi.

"Itu masih sedikit, kira-kira 65% milik pemerintah," kata Deputi Penerapan Standar dan Akreditasi BSN Kukuh S Achmad, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (5/12).

Kukuh mengatakan, kebanyakan pihak swasta masih enggan menerapkan SNI ISO 37001:2016 lantaran dianggap memakan biaya yang besar. Sebab, standarisasi itu mewajibkan perusahaan menyusun sistem manajemen antisuap.

Mereka pun harus memiliki ahli pembangun integritas (certified integrity officer/CeIO) untuk mengelola program kepatuhan. Pihak swasta pun harus memelihara dan meningkatkan sistem manajemen antisuap mereka ke depannya. "Mungkin industri masih melihat itu sebagai cost," kata Kukuh.

Iklim Bisnis Makin Kondusif

Padahal, standar SNI ISO 37001:2016 justru bisa meningkatkan pendapatan perusahaan. Hal ini sebagaimana dampak program serupa yang telah diterapkan oleh Malaysia Anti-Corruption Commission (MACC).

Deputi Komisioner MACC Dato Abdul Wahab mengatakan, Malaysia saat ini sudah berhasil melatih 825 CeIO di berbagai institusi pemerintahan maupun swasta. Rinciannya, pegawai negeri sipil yang menjadi CeIO sebanyak 703 orang, 63 CeIO di sektor swasta, dan 15 peserta dari negara lain.

Padahal, CeIO yang ada di Malaysia saat pertama kali diinisiasi hanya 12 orang. Menurut Abdul, banyaknya jumlah CeIO ini disebabkan karena kesuksesan mereka membangun kepatuhan dan sistem manajemen antisuap di berbagai institusi.

Hal tersebut kemudian berimbas pada iklim bisnis di Malaysia kondusif, lantas meningkatkan pendapatan perusahaan-perusahaan yang memiliki CeIO. "Kesuksesan ini bukan hanya menarik sektor swasta, tapi juga pemerintah, di badan-badan pemerintah," kata Abdul.

(Baca: Bappenas: Korupsi Sektor Swasta Ganggu Perekonomian Indonesia)

Kesuksesan CeIO pun membuat program tersebut diwajibkan oleh pemerintah Malaysia untuk diterapkan di berbagai institusi. Padahal, CeIO awalnya hanya diterapkan secara sukarela.

Dengan demikian, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menilai, pihak swasta di Indonesia harus mulai pula menerapkan praktik serupa melalui SNI ISO 37001:2016. Hal tersebut guna mencegah pihak swasta untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Saat ini, KPK mencatat pihak swasta menempati posisi kedua terbanyak pihak yang terjerat kasus korupsi. Sementara, Bappenas mencatat 80% kasus korupsi yang terjadi di Indonesia melibatkan pihak swasta.

Sejak 2002 terdapat 198 pihak swasta yang terjerat kasus korupsi. "Kalau kita berlakukan, ini baik untuk kita bersama," kata Marwata.

(Baca: KPK Soroti Kejanggalan Tak Bisa Usut Korupsi Sektor Swasta di KUHP)