Ketua DPR Sebut Korupsi di Parpol Akibat Mahalnya Biaya Politik

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Petugas berjaga di depan rumah tahanan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/10).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
4/12/2018, 16.10 WIB

Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai biaya politik yang mahal berpotensi membuat praktik korupsi kerap terjadi dalam internal partai politik. Ini lantaran dana yang dimiliki partai terbatas padahal kebutuhannya banyak.

Bambang mengatakan, dana partai politik paling besar dibebankan kepada anggota serta sumbangan sukarela. Alasannya, dana bantuan negara melalui APBN masih cukup kecil. Bantuan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya sebesar Rp 1.000 per suara sah. Sementara, partai politik kerap kali memiliki agenda besar, seperti Musyawarah Nasional (Munas), Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas).

"Ini jauh dari kecukupan partai. Kenapa praktik-praktik korupsi, kolusi terjadi? Karena setiap partai politik banyak agenda," kata Bambang di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).

Karena keterbatasan dana, Bambang menyebut partai politik kerap mencari dana dari sumber-sumber lainnya. Salah satunya dengan memanfaatkan gelaran Pemilihan Umum (Pemilu).

Ini karena para kandidat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harus mendapatkan rekomendasi dari partai politik untuk bisa maju mencalonkan diri. Bambang mengungkapkan, harga rekomendasi untuk posisi calon bupati dan calon walikota paling murah sebesar Rp 5 miliar.

Untuk posisi calon gubernur, harganya bisa melambung hingga ratusan miliar rupiah. Harga paling murah rekomendasi dari partai politik untuk posisi gubernur sebesar Rp 50 miliar. "Kalau untuk eksis di parlemen paling tidak memerlukan 30 kursi, modalkan saja Rp 50 miliar," kata Bambang.

Bambang mengatakan, kondisi ini membuat para pemilik modal akhirnya dapat menguasai partai. Tak hanya itu, jabatan-jabatan di legislatif maupun eksekutif juga bisa dikuasai oleh pemilik modal.

(Baca: Banyak Terjerat KPK, Mendagri: Kepala Daerah Tidak Berhati-hati)

Sementara itu, jalur karir kader partai yang lebih dulu ada jadi terhambat. "Kami kalah dengan pendatang-pendatang baru, anak-anak muda yang dari kalangan ekonomi mapan, pengusaha-pengusaha mapan, dan artis," kata Bambang. Oleh karena itu, praktik semacam ini harus dicegah. Salah satu solusinya dengan negara membiayai partai politik secara penuh.

Menurut Bambang, audit dapat dilakukan komprehensif jika negara membiayai partai politik secara penuh. "Kalau tidak, partai politik akan jadi lahan bisnis baru," kata Bambang.

Ketua KPK Agus Rahardjo pun menilai saat ini dana yang diberikan negara untuk partai politik masih belum cukup. Pemerintah bisa saja mengalirkan dana signifikan kepada partai politik ke depannya. Ini dengan syarat sumber-sumber pendanaan lain partai politik harus dihentikan.

Pemerintah pun dapat pula membiayai partai politik secara penuh. "Implikasinya adalah auditnya sudah dalam sekali dan diumumkan ke seluruh masyarakat," kata Agus.

Jika dari audit ditemukan pelanggaran, Agus menilai partai politik dapat dikenakan sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa pembubaran partai politik atau tak bisa mengikuti pemilu.

(Baca: DPR Akui Kinerja Legislasi Memburuk di Tahun Politik)