Pelaku usaha rintisan di bidang desain produk ramah lingkungan menginginkan regulasi yang mengakomodir dua aspek utama, yaitu akses pendanaan serta riset dan pengembangan ide. Pemerintah sejauh ini dinilai belum cukup memberikan dukungan untuk dua hal ini.

Co Founder Evoware David Christian mengakui bahwa bekal utama untuk merealisasikan gagasan menjadi produk nyata bukanlah uang, melainkan pola pikir. Meskipun demikian, supaya bisnis dapat berkesinambungan maka penguatan modal tak bisa ditampik.

"(Startup) seperti kami pasti perlu dukungan dari segi pendanaan. Karena untuk menjalankan bisnis, tetap tak bisa bohong, butuh dana. Selama ini, kami banyak dapat dari hibah luar negeri," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (26/11).

(Baca juga: Kreskros, Produk Fesyen Bergaya dari Sampah Plastik Kresek

Berdasarkan pengalaman di lapangan, Evoware menilai, riset dan pengembangan ide sangat penting bagi startup di bidang desain produk ramah lingkungan. Dukungan yang diharapkan terkait hal ini, contohnya kemudahan mengakses fasilitas khusus semisal labotarium.

Evoware merupakan perusahaan yang fokus menghasilkan produk berorientasi gaya hidup ramah alam. Jenama ini menghasilkan aneka kemasan. Bahan baku mentah yang digunakan adalah rumput laut. Tak hanya fokus kepada isu lingkungan, Evoware juga hendak meningkatkan taraf hidup petani.

"Jadi, penting akses pendanaan dan dukungan riset serta pengembangan inovasi. Mungkin bisa difasilitasi adanya program inkubasi bagi mereka yang punya ide dan keterampilkan tetapi terkendala modal. Dampingi berkelanjutan," ucap David.

(Baca juga: Skala Produksi, Tantangan Mycotech Bersaing dengan Produk Konvensional

Pada sisi lain, Direktur Eksekutif Diet Kantong Plastik Tiza Mafira menyatakan, pebisnis yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan hidup patut mendapat sokongan pemerintah. Dia mengakui, selain penguatan modal, riset dan pengembangan (research and develeopment / R&D) merupakan hal krusial bagi mereka.

"Selama kantong plastik (sekali pakai) diberikan gratis, maka sulit bagi produk inovasi ramah lingkungan untuk menembus pasar. Tantangannya memang bagaimana agar mereka bisa menembus market," tutur dia.

Secara jangka panjang, Tiza ingin mengubah kebijakan penggunaan kantung plastik sekali pakai di Indonesia. Pasalnya, pengolahan sampah plastik terus menjadi tantangan mengingat baru sekitar 7% dari jumlah sampah yang dapat diolah.

"Orang tahu masalah sampah, tetapi banyak yang merasa itu tidak memengaruhi kita. Karena (dianggap) pencemaran jauh dari kita, adanya di laut. Padahal ini dekat dengan kita, karena kita yang menggunakan," katanya.

(Baca juga: Bernilai Jual Tinggi, Pebisnis Memilih Pasarkan Kriya Dekoratif

Desain produk, termasuk untuk barang ramah lingkungan, termasuk dalam 16 subsektor ekonomi kreatif. Bidang usaha ini dinilai mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan potensial pada tahun-tahun mendatang.

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mencatat bahwa produk domestik bruto (PDB) subsektor desain produk pada 2016 senilai Rp 2.281 miliar. Persentase penerapan e-commerce dalam bisnis di bidang ini mencapai 72,21%.