Pemerintah Tak Akan Buat Aturan Khusus soal Bendera Tauhid

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah peserta aksi berunjuk rasa memprotes pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
9/11/2018, 15.00 WIB

Pemerintah tak akan membuat aturan khusus mengenai penggunaan bendera tauhid yang sempat menjadi polemik di masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut persoalan kalimat tauhid dalam bendera diserahkan sepenuhnya kepada para ormas Islam untuk membahas lebih lanjut.

"Saya kira pertemuan ini sudah menghasilkan sesuatu yang sangat fundamental, strategis dan penting untuk bergerak ke depan," kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Jumat (9/11).

(Baca juga: Nyanyian "Prabowo Presiden" Bergema di Aksi Bela Tauhid Jilid II)

Pertemuan digelar menyikapi pembakaran bendera bertuliskan tauhid atau pernyataan tiada Tuhan selain Allah dalam bahasa Arab, di Garut, Jawa Barat. Pelaku pembakar bendera menganggap bendera tersebut merupakan milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang terlarang di Indonesia.

Sementara, beberapa ormas Islam lainnya menilai bendera tersebut berkaitan dengan akidah dan membawa tulisan tauhid. Alhasil, mereka menganggap bendera tersebut tak boleh dibakar.

Menurut Wiranto, masing-masing pihak sudah saling memahami akar polemik pembakaran bendera. Pertemuan ini digelar melibatkan berbagai ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Front Santri Indonesia (FSI) untuk berdialog bersama.

(Baca juga: Ditangkap Aparat Arab, Rizieq Shihab Tuding Dijebak Operasi Intelijen)

Ketua DPP FSI Muhammad Hanif Alatas menyatakan forum telah menyepakati bahwa bendera bertuliskan tauhid tak ada hubungannya dengan HTI. Karenanya, Hanif menilai tak boleh ada lagi pelarangan dan pengucilan terhadap bendera tersebut.

Hanif pun berharap dengan adanya kesepakatan ini bendera bertuliskan tauhid dapat dihormati. "(Bendera) ini tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh di-sweeping, ini bendera legal di Indonesia, tidak terlarang," kata Hanif.

Hanif pun mengklaim NU dan Banser dalam forum tersebut telah meminta maaf atas pembakaran bendera di Garut. Dia menghargai permintaan maaf tersebut dan menjanjikan tak akan melanjutkan polemik pembakaran bendera.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini menilai kesalahpahaman antarormas Islam terjadi akibat kurangnya informasi dalam memahami konteks pembakaran bendera. Kondisi ini diperparah dengan amplifikasi informasi dari media sosial.

Akibatnya, orang-orang yang berbeda paham atas pembakaran bendera menjadi emosi. "Kalau tak pakai media sosial, tak mungkin seramai ini," kata Helmy.

Dalam forum sendiri, Helmy menyebut ormas-ormas Islam yang hadir berusaha mencari titik temu dari persoalan pembakaran bendera. Helmy mengakui masih ada silang pendapat lantaran kasus ini ditarik ke wilayah politik.

Sebab, Helmy menyebut dalam demonstrasi bertajuk Aksi Bela Tauhid yang digelar pada 26 Oktober dan 2 November 2018 terdapat penyampaian terkait khilafah, HTI, dan Pilpres 2019. "Ya itu kan karena ada yang masuk ke wilayah politik yang sulit sekali untuk dicari titik temu," kata Helmy.

Salah satu organisasi teroris Islamic State in Irak and Syria (ISIS) menggunakan bendera berlambang simbol tauhid dengan dasar warna hitam sebagai simbol organisasi. Beberapa negara melarang penggunaan bendera ini, salah satunya Arab Saudi.