Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai reformasi agraria merupakan salah satu pekerjaan besar bagi pemerintah. Reformasi agraria diperkirakan membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk bisa tuntas.
Untuk itu, pemerintah harus memulai program tersebut secepatnya. Setiap kementerian dan lembaga harus berkoordinasi dengan baik dalam menjalankan reformasi agraria ini. “Semua negara sudah lakukan itu. India, Korea, Taiwan, Malaysia, dan Filipina sudah. Kita belum,” kata Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/10).
(Baca juga: Kementerian Pertahanan Dapat "Rapor Merah" Mengenai Pelayanan Publik).
Menurut dia, ada empat cakupan reformasi agraria yang harus dijalankan pemerintah. Pertama, pemerintah harus melakukan legalisasi aset hingga sembilan juta bidang lahan pada 2019. Legalisasi aset penting untuk menjamin kepastian hukum. Tak hanya itu, bisa untuk mendapatkan modal. Meski sudah 72 tahun berdiri, masih banyak tanah di Indonesia belum disertifikasi.
Kemudian, kata Darmin, reformasi agraria juga mencakup redistribusi aset melalui sertifikasi tanah rakyat. Pemerintah menargetkan sertifikasi tanah rakyat mencapai sembilan juta hektare pada tahun depan.
Salah satu langkah redistribusi aset melalui program transmigrasi. Selama ini banyak transmigran yang status tanahnya belum jelas. Aset yang akan diredistribusikan juga bisa berasal dari lahan Hak Guna Usaha (HGU) terlantar atau yang izinnya habis.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menambahkan sudah ada beberapa lahan HGU yang telah diberikan kepada masyarakat. Contohnya, 500 hektare lahan HGU di Mangkit, Sulawesi Utara sudah diberikan kepada masyarakat. Targetnya, 400 ribu lahan HGU terlantar akan diberikan kepada masyarakat. “Sampai 2019,” kata Sofyan.
(Baca: Pemerintah Evaluasi Izin 2,3 Juta Hektare Perkebunan Sawit)
Lebih lanjut, reformasi agraria juga mencakup program perhutanan sosial. Nantinya masyarakat diberi hak mengelola kawasan hutan selama 35 tahun. Untuk mendorong program tersebut, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasah Hutan (PPTKH).
Melalui Perpres tersebut, pemerintah membentuk tim di berbagai daerah untuk mengidentifikasi lahan hutan yang dapat dikelola masyarakat. Menurut Sofyan, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan peta indikatif sebesar 994 ribu hektare untuk program perhutanan sosial. “Hampir satu juta hektare sudah dijadikan objek reforma agraria,” kata Sofyan.
Cakupan terakhir dari reformasi agraria yakni peremajaan perkebunan. Darmin mengatakan, program tersebut telah berjalan untuk perkebunan kelapa sawit. Ke depan, peremajaan juga dilakukan untuk berbagai komoditas lain.
Hal ini dilakukan dengan membentuk klaster perkebunan dengan komoditas serupa di satu wilayah. “Diusahakan tanaman utamanya sama. Kalau cabai, ya, cabai, jagung, ya, jagung, dan seterusnya,” kata Darmin.