Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menyatakan pemberian izin yang sesuai dengan tata ruang untuk megaproyek Meikarta hanya 84,6 hektare. Luas lahan tersebut merupakan rekomendasi yang diberikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada akhir tahun lalu.
Menteri ATR Sofyan Djalil menjelaskan pengeluaran izin final tetap menjadi wewenang pemerintah kabupaten Bekasi. "Mungkin karena izinnya lama maka mereka cari jalan pintas tetapi tertangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata Sofyan di Jakarta, Jumat (19/10).
Sofyan memaparkan Meikarta hanya mendapatkan rekomendasi untuk membangun di atas lahan seluas 84,6 hektare. Namun, dalam proses penyelidikan KPK, pengembang Meikarta sedang dalam proses pengurusan izin tambahan 438,1 hektar dalam tiga fase.
(Baca juga: Terbongkarnya Suap dalam Sengkarut Izin Megaproyek Meikarta
Sofyan menjelaskan Direktur Jenderal Tata Ruang dan Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Tanah telah menjalankan wewenang sesuai aturan yang berlaku. "Surat sudah kami keluarkan," ujarnya.
Dia pun menekankan perlunya kebijakan Online Single Submission untuk menghindari praktik suap. Sebab, kemudahan perizinan bakal mengurangi tindakan korupsi karena lamanya izin dari pemerintah.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan lembaganya menduga suap yang diberikan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat anak buahnya untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Suap tersebut diduga diberikan oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.
“Ada sejumlah proses rekomendasi dan perizinan menuju IMB yang kami duga ingin dipengaruhi dalam suap ini,” kata Febri di kantornya, Jakarta, Kamis (18/10). Atau, bisa juga untuk mempercepat proses perizinannya.
(Baca juga: KPK Duga Suap Pejabat Lippo ke Bupati Bekasi untuk Dapat IMB Meikarta)
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Neneng, Billy, dua orang konsultan Lippo Group bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta satu pegawai Lippo Group bernama Henry Jasmen. Lalu Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.
Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga menyuap Neneng dan empat anak buahnya senilai Rp 7 miliar dari total komitmen fee Rp 13 miliar. Suap diduga diberikan untuk memuluskan berbagai perizinan pada fase pertama proyek Meikarta.
Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.
Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi.