Geliat bisnis ekonomi kreatif (ekraf) terasa sejak Pekan Produk Budaya Indonesia digelar untuk pertama kali pada 2007. Pemerintah menunjukkan keseriusan mengembangkan bidang ini dengan membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 2015.
Fokus utama Bekraf adalah memfasilitasi sekaligus membantu pelaku usaha di bidang ekraf. Per 2016, tercatat 8,2 juta usaha bergerak di sektor ini. Bagaimana para pebisnis di industri kreatif menilai keberadaan lembaga pemerintah nonkementerian ini?
Managing Director Lentera Nusantara Wahyu Agung Pramudita berpendapat, Bekraf berperan sebagai akselerator bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Berbagai program terutama yang bertujuan membangun jejaring di luar negeri diakui membantu para perusahaan rintis (startup) untuk memperluas celah pasar.
"Bekraf itu akselerator kami. Kami pribadi merasa terbantu. Semisal, melalui pameran gim di luar negeri. Di dalam negeri, Bekraf juga memperluas peluang bisnis, sekaligus membantu mengurus infrastruktur bagi startup," ujarnya, di Jakarta, Rabu (17/10).
Lentera Nusantara menyebut dirinya sebagai intelectual property house berbasis teknologi dan seni. Startup ini fokus untuk membawa kekayaan budaya Indonesia ke dalam platform digital. Aplikasi gim konsolnya yang terkenal adalah Ghost Parade.
(Baca juga: Akhir Tahun, 155 Pebisnis Kreatif Berstatus Perseroan Terbatas)
Sementara itu, Rahadian Agung selaku Manajer Investasi, Pemasaran, dan Kerja Sama Ideosource menuturkan bahwa kehadiran Bekraf menjadi salah satu faktor yang mempertebal keyakinan untuk masuk ke industri kreatif subsektor film.
"Fungsi Bekraf sangat penting, salah satunya kami sangat mengapresiasi acara Akatara. Di sana kami bertemu langsung berbagai filmmakers," kata dia.
Manfaat lain yang dirasakan Ideosource dari Bekraf adalah ketersediaan data resmi terkait industri perfilman Indonesia. Perusahaan modal ventura ini menggunakan data dan informasi hasil riset Bekraf dalam membuat keputusan untuk mendanai suatu proyek film.
Ideosource merupakan perusahaan modal ventura yang mendikasikan diri untuk memberikan akses pendanaan bagi pebisnis di industri kreatif, salah satunya filmmaker. Konsentrasi startup ini tidak hanya pada aspek pembiayaan tetapi juga pemasaran dan distribusi film.
(Baca juga: Membuka Celah Pasar untuk Karya Seniman Difabilitas)
Startup ekraf lain yang turut berkomentar adalah Mycotech. Arekha Bentangan selaku CTO dan Co-Founder PT Miko Bahtera Nusantara menyatakan, selama ini Bekraf membantu mereka untuk memasarkan produk Mycotech di luar negeri.
Lembaga pemerintah nonkementerian itu juga dinyatakan aktif memfasilitasi startup dalam proses paten hak cipta kekayaan intelektual mereka. "Hak kekayaan intelektual ini harus kita lindungi bahkan sebelum produk kita dijual," ujar Arekha.
Mycotech merupakan perusahaan rintis yang berbasis bioteknologi. Starup yang berbasis di Bandung, Jawa Barat ini memproduksi material bangunan berbahan jamur lokal maupun sampah sisa pertanian. Produk Mycotech diklaim sangat ramah lingkungan.
(Baca juga: Bekraf Minta Pemda Longgarkan Pajak untuk Ekonomi Kreatif)
Pada sisi lain, Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan bahwa pemerintah menaruh harapan besar terhadap bidang ekonomi kreatif untuk menjadi tulang punggung perekonomi pada masa depan.
"Ekonomi kreatif ini merupakan nilai tambah dari HKI (hak kekayaan intelektual) yang lahir dari kreativitas manusia," tutur dia.
Secara resmi Bekraf memulai perjalanannya mengawal industri kreatif pada 2015. Lembaga pemerintah nonkementerian ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 6/2015. Terdapat 16 subsektor ekraf yang dinaungi badan ini.