“Kenapa bangsa Indonesia tak berani bilang Indonesia first, make Indonesia great again? Kenapa tidak ada pemimpin yang berani bilang begitu?”
Kalimat itu terlontar dari Prabowo Subianto ketika berpidato dalam rapat kerja nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) 2018 di Jakarta, kemarin. Ungkapan bernada patriotisme itu ia sampaikan ketika membahas neoliberalisme. Calon presiden bernomor urut 02 itu menyinggung jika paham ekonomi politik itu tak bisa berlaku di semua negara.
Neoliberalisme, lanjut Prabowo, hanya efektif diterapkan oleh negara kaya. Amerika Sserikat saja, katanya, ketika kalah dengan Tiongkok langsung menyatakan perang dagang. Karenanya, Prabowo menilai Indonesia harus mampu berdiri di kaki sendiri, mesti mempertahankan kepentingan nasionalnya.
Meski demikian, tak berarti Indonesia harus membenci negara asing. Karena itu, bangsa Indonesia harus belajar dari negara mana pun. Yang penting, tidak menjadi kacung dari bangsa lain, apalagi sampai kehilangan Tanah Air. (Baca juga: Gerilya Politik Sandiaga Uno dan Strategi Kampanye Prabowo).
Pidato inilah yang kemudian ramai diperbincangkan, terutama di jagad maya. Ada yang mendukung, ada pula yang menganggap hal itu semacam pidato politik untuk membidik pemerintahaan saat ini.
Tim Pemenangan Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin mengkritik Prabowo memplagiasi slogan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kerap mengatakan “make America great again” selama berkampanye. “Gayanya yang meniru Trump itu tidak kreatif, bertentangan dengan zaman now,” kata Wakil Ketua Tim Kampanye Abdul Kadir Karding di Posko Cemara, Jakarta, Jumat (12/10).
Karding menilai plagiasi itu berpotensi diteruskan Prabowo hingga ke tingkat kebijakan dan program ketika dia menjadi presiden. Jika hal itu benar terjadi, langkah Prabowo dianggap cukup mengkhawatirkan karena dapat meningkatan sentimen rasialisme di Indonesia.
Trump memang kerap menumbuhkan sentimen rasial untuk supremasi kulit putih di Amerika. Dia juga sering menyerukan rencana membangun tembok di sepanjang negara tersebut yang berbatasan dengan Meksiko demi menghentikan imigran yang masuk.
Peneliti Saiful Mujani Research & Countsulting (SMRC), Saidiman Ahmad, juga menakutkan hal serupa. Ucapan Prabowo berpotensi menimbulkan sentimen rasial di Indonesia. (Baca juga:
Apalagi, kubu Prabowo selama ini kerap menggemborkan isu tenaga kerja asing dari Tiongkok, kebangkitan Partai Komunis Indonesia, hingga pengambilan aset Indonesia oleh negara lain. “Kalau dihubungkan dengan itu, mungkin ada upaya secara serius untuk menciptakan suasana terancam,” kata Saidiman.
Seharusnya, dia melanjutkan, Prabowo melihat sejarah konflik komunal di Indonesia selama ini. Konflik tersebut berbahaya bagi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Saat ini sudah ada polarisasi terhadap pribumi dan non-pribumi akibat Pilkada DKI Jakarta 2017. Kondisi ini akan semakin parah jika publik bereaksi terhadap isu yang digaungkan Prabowo.
(Baca pula: Sebut Istilah Pribumi, Anies Baswedan Dianggap Bangkitkan Politik SARA)
Namun, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno berdalih ucapan mantan Komandan Jenderal Kopassus itu bermaksud baik. Anggota Badan Pemenangan Ferdinand Hutahaean mengatakan Prabowo tidak bermaksud untuk memplagiasi slogan Trump.
Sebaliknya, Prabowo ingin agar Indonesia kembali dihargai dalam pergaulan internasional. “Di zaman Susilo Bambang Yudhoyono, kita tidak pernah ketinggalan di isu global sehingga ini harus dikembalikan dan ditingkatkan arahnya ke sana,” kata Ferdinand.
Prabowo, lanjut Ferdinand, ingin Indonesia ditakuti kembali sebagai “Macan Asia” -julukan yang kerap digemborkan selama Orde Baru. Saat ini Indonesia dinilai kehilangan perannya di dunia internasional. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan kapasitas dan kapabilitas Presiden Joko Widodo.