Jika data Kementerian Perdagangan itu disandingkan dengan negara pembeli juga berbeda. Di negara pembeli, batu bara yang masuk hanya 3.147,5 juta ton. Secara nilai, selisih antara Kementerian Perdagangan dan negara pembeli bisa mencapai US$ 41,671 miliar.

ICW juga membeberkan dugaan transaksi ekspor batu bara yang tidak dilaporkan selama 2006 hingga 2016. Di antaranya, Tiongkok US$ 5,3 miliar. Lalu, Jepang US$ 3,8 miliar, Korea Selatan US$ 2,6 miliar, India US$ 2,2 miliar, Thailand US$ 971,4 juta, Taiwan US$ 308,3 juta dan negara lainnya US$ 11,7 miliar.

Secara keseluruhan, nilai indikasi kerugian negara mencapai Rp 133,6 triliun. Perinciannya kewajiban pajak Rp 95,2 triliun dan royalti Rp 38,5 triliun.  "Ketidaksinkronan ini membuka celah untuk terjadi penyimpangan," kata Koordinator Divisi Riset ICW, Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis (4/10).

(Baca: Perbedaan Data Ekspor Batu Bara Buka Celah Korupsi)

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sri Raharjo mengatakan data bisa berbeda jika waktu pencatatannya berbeda. Sebagai contoh rencana ekspor 100 juta ton, kemudian bea cukai memperbolehkan hanya 50 juta ton. Sedangkan 50 juta ton sisanya ditunda untuk diekspor. 

"Kembali lagi data itu bisa beda sah sah saja, kalau memang sistem atau waktu pencatatannya beda," kata Sri, kepada Katadata.co.id, Kamis (27/9).

Halaman: