Bohongi Prabowo, Ratna Sarumpaet Akui Hoaks soal Penganiayaan

Antara
Aktivis Ratna Sarumpaet (tengah) didampingi kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra (kanan) memberi keterangan pada wartawan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan makar di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2017) dinihari.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
3/10/2018, 16.02 WIB

Artis sekaligus aktivis Ratna Sarumpaet mengakui telah merekayasa cerita bohong atau hoaks mengenai penganiayaan terhadap dirinya yang terjadi pada tanggal 21 September 2018. Ratna menyatakan kebohongan itu bermula setelah dia menjalankan operasi penyedotan lemak di di pipi kiri dan kanan di Rumah Sakit Bedah Bina Estetika di Menteng, Jakarta.

"Jadi ada pembodohan yang saya (sendiri) tidak bisa bayangkan. Saya pulang butuh alasan kenapa memar, saya jawab dipukul orang," kata Ratna dalam konferensi pers di Jakarta (3/10).

(Baca juga: Heboh Kabar Penganiyaan Ratna Sarumpaet, Polis Temukan Fakta Lain)

Ratna mengatakan, operasi penyedotan lemak tersebut sudah dia lakukan 3-4 kali di bawah penanganan dokter langganannya.  Rumah sakit tersebut diketahui memiliki spesialisasi untuk memperindah kecantikan dan operasi plastik.

Selama seminggu, Ratna menyebarkan cerita bohong tentang pemukulan dirinya dan terus dia kembangkan karena digali pihak keluarga. "Cerita itu hanya berputar di keluarga saya dan hanya untuk anak saya. Tidak ada kaitannya dengan politik," kata Ratna.

Namun, cerita bohong itu kemudian menyebar ke media sosial. Pada Selasa (2/10) kemarin beredar fotonya dalam keadaan wajah yang penuh bengkak dengan keterangan akibat pemukulan.

Ratna yang juga menjadi anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tetap mempertahankan cerita bohong pemukulan saat bertemu dengan Prabowo. "Sebenarnya saya sudah paham bahwa cerita ini salah, tapi saya enggak mencegah mereka," kata dia.

Setelah menerima keterangan dari Ratna, Prabowo pun menggelar konferensi pers meminta polisi segera mengusut kasus penganiayaan tersebut.  

Ratna meminta maaf atas perbuatannya itu kepada semua pihak.  "Saya minta maaf kepada semua pihak yang selama ini mungkin dengan keras saya kritik, dan kali ini berbalik kepada saya. Kali ini saya pencipta hoaks," kata dia. 

Sebelum Ratna mengakui perbuatannya, polisi telah terlebih dahulu membeberkan fakta-fakta kejanggalan penganiayaan. Polisi menelusuri dari CCTV rumah sakit, rekening Ratna hingga pemeriksaan ke 23 rumah sakit di Bandung. 

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menjelaskan Ratna diketahui berada di Rumah Sakit Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00 WIB. 

Keterangan ini didapatkan berdasarkan bukti kamera pengawas (CCTV) dan catatan buku register rawat inap di Bina Estetika. “Jadi Ibu Ratna tanggal 20 September 2018 sudah daftar terlebih dahulu dan 21 September menulis di buku masuk sebagai pasien,” kata Nico di Jakarta, Rabu (3/10).

Menurut dia, Ratna tak keluar dari Bina Estetika hingga 24 September 2018. Selama di sana, tercatat adanya penarikan debet dari rekening milik Ratna dan anaknya, Ibrahim Fahmi Al Hadi.

Diduga, penarikan terjadi tiga kali sejak 20-24 September 2018. Rinciannya, pada 20 September 2018 sejumlah Rp 25 juta, pada 21 September 2018 sebesar 25 juta, dan pada 24 September 2018 sebesar Rp 40 juta. “Tanggal 20 September itu daftar kemudian setelah itu uang yang digunakan memang uang dari Ibu Ratna atau anaknya,” kata Nico.

Polisi pun mengecek kebenaran peristiwa penganiayaan di Bandung. Ratna sebelumnya disebutkan dianiaya di sekitar Bandara Husein Sastranegara setelah dia dan temannya dari Sri Langka dan Malaysia turun dari taksi.

Ratna disebut dianiaya usai menghadiri konferensi dengan peserta dari beberapa negara asing di sebuah hotel di Bandung. Nico menjelaskan, belum ditemukan saksi mata yang melihat dan mendengar langsung adanya penganiayaan di sekitar Bandara Husein Sastranegara. 

Hasil pengecekan polisi juga tidak menemukan adanya pasien atas nama Ratna Sarumpaet di 23 rumah sakit di Jawa Barat. Lebih lanjut, polisi juga tak menemukan agenda kegiatan berskala internasional di Bandung saat itu. “Kalau ada, polisi akan lakukan pengamanan,” ujar Nico.