Menteri Luhut: Tsunami Palu Tak Perlu Status Bencana Nasional

Kominfo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau lokasi gempa di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9)
Penulis: Dimas Jarot Bayu
1/10/2018, 16.16 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pemerintah tak perlu menetapkan status bencana nasional atas gempa dan tsunami di Palu serta Donggala, Sulawesi Tengah. Pemerintah merasa bisa menangani dampak musibah tersebut. Sebab, “Penanganannya sudah lebih dari bencana nasional,” kata Luhut di kantornya, Jakarta, Senin (1/10).

Sejauh ini, kata Luhut, pemerintah telah memobilisasi alat berat untuk masuk ke Palu dan Donggala. Bahan makanan juga mulai diangkut oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Makassar dengan pesawat Hercules. (Baca: Uni Eropa Beri Bantuan Rp 25,9 Miliar untuk Korban Gempa Sulteng).

Bantuan kesehatan pun telah dikerahkan melalui Rumah Sakit Angkatan Laut KRI dr Suharso-990. Listrik dan alat komunikasi di wilayah tersebut secara bertahap sudah mulai menyala. “Jadi saya pikir overall semua ditangani pemerintah sangat cepat,” kata Luhut. Untuk semua itu, pemerintah telah mencairkan dana siap pakai atau on call sebesar Rp 560 miliar.

Meski demikian, Luhut menyatakan pemerintah tetap terbuka terhadap bantuan dari dunia internasional seperti arahan Presiden Joko Widodo. Hanya saja, pemerintah akan tetap selektif dalam menerima bantuan tersebut.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan telah terjadi tsunami di wilayah Palu, Donggala, dan Mamuju, Sulawesi Tengah. Di Palu, tsunami diperkirakan terjadi sekitar pukul 17.22 WIB atau 18.22 WITA dengan level siaga dan dengan ketinggian sekitar 0,5-3 meter.

Sementara di Donggala dan Mamuju, BMKG memperkirakan tsunami terjadi dengan tingkat waspada, yakni dengan  ketinggian kurang dari 0,5 meter. “Artinya memang benar telah terjadi tsunami 1,5 meter,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam video conference dari Yogyakarta, Jumat lalu.

Dwikorita mengatakan, tsunami tersebut muncul akibat adanya gempa bumi sebesar 7,7 SR (yang kemudian direvisi menjadi 7,4 SR) dengan kedalaman 10 kilometer (KM). Gempa tersebut berjarak 26 KM di utara kota Donggala pada koordinat 0,20 LS dan 119,89 BT pada Jumat (28/9) pukul 17.02 WIB atau pukul 18.02 WITA.

Gempa tersebut terjadi akibat aktivasi sesar geser Palu Koro. “Jadi di situ terjadi mekanisme pergerakan dari struktur gempa mendatar,” kata Dwikorita. (Baca: BMKG Pastikan Tsunami 0,5 Meter hingga 3 Meter di Palu)

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Minggu (30/9) pukul 13.00 WIB, korban jiwa akibat bencana di Palu dan Donggala mencapai 832 orang. Rinciannya, 821 orang meninggal di Kota Palu dan 11 orang di Donggala. Sementara menurut data Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT), jumlah korban meninggal hingga saat ini 1.203 jiwa.

ACT juga mencatat korban luka berat sebanyak 540 orang yang tersebar di beberapa lokasi rumah sakit. Sementara untuk jumlah pengungsi di Kota Palu berdasarkan pantauan hingga Minggu (30/9) pukul 20.00 WIB diperkirakan sebanyak 16.732 jiwa yang tersebar di 123 lokasi pengungsian dengan wilayah terdampak gempa yakni antara lain Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Parigi Moutong.