Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menantang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan uji konsekuensi mengenai izin tambang PT Dairi Prima Mineral, yang merupakan perusahaan terafiliasi Grup Bakrie, di Sumatera Utara. Uji konsekuensi ini dilakukan untuk membuktikan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah informasi yang dapat dipublikasikan.
Jatam sudah melayangkan gugatan untuk Kementerian ESDM ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Tuntutannya yakni keterbukaan informasi mengenai IUP dan WIUP PT Dairi Prima Mineral (DPM), di daerah Dairi, Sumatera Utara.
Latar belakang gugatan karena hingga kini masyarakat Kabupaten Dairi-Pakpak Bharat, Sumatera Utara, tidak pernah mengetahui izin operasi menambang Timah Sulfida dan Perak yang dimiliki DPM. Padahal, kegiatan tambang itu bisa berpengaruh terhadap kegiatan atau perekonomian masyarakat.
Aktivitas pertambangan tersebut ditakutkan akan merusak pertanian warga. Apalagi, jaraknya berdekatan dengan pemukiman penduduk dan pertanian.
"Jatam menantang ESDM melakukan uji konsekuensi untuk pembuktian terbuka di KIP," kata Anggota Divisi Simpul Belajar dan Komunikasi Jatam, Ahmad Saini, kepada Katadata.co.id, Kamis (20/9).
Uji konsekuensi adalah pengujian yang dilakukan badan publik terhadap infromasi publik, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ini dapat dibuktikan dalam persidangan, melalui pendapat ahli.
Uji konsekuensi dilakukan karena Kementerian ESDM menilai, IUP dan IUPK merupakan informasi yang dikecualikan untuk dipublikasikan. Mereka mengacu pasal 17 UU Nomor 14 tahun 2008 yang menyebutkan beberapa informasi yang dikecualikan untuk dibuka.
Salah satu yang dikecualikan adalah informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia. "Pemerintah patuh terhadap peraturan perundangan yang terkait informasi publik yaitu UU KIP," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, Jumat (14/9).
Namun, Saini memiliki pandangan yang berbeda. SK IUP adalah dokumen terbuka. Keyakinan ini diperkuat dari pengalamannya menggugat Kementerian ESDM. Salah satu contoh kasusnya menggugat keterbukaan SK IUP perusahaan tambang di Kutai Kartanegara.
Melalui putusan nomor 0003/reg-PSI/III/2014, majelis menyatakan dokumen tersebut terbuka. Acuannya, juga UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pasal 10 ayat 1, Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar informasi layanan publik.
UU KIP pasal 10 ayat 1 menyebutkan badan publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Sedangkan berdasarkan PERKI Nomor 1 Tahun 2010 pasal 13 pasal huruf g mengenai informasi yang wajib tersedia setiap saat, disebutkan bahwa syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendungnya, dan laporan penataan izin yang diberikan.
Acuan lainnya adalah Undang-Undang Mineral dan Batu bara Nomor 4 Tahun 2009. Pasal 64 menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan WIUP serta memberikan IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi kepada masyarakat.
Saat ini pihaknya sedang menunggu jadwal sidang yang belum dikeluarkan oleh Komisi Informasi Pusat. Berdasarkan UU KIP maksimal 100 hari sidang sengketa sudah harus selesai. "Sudah banyak putusan persidangan UU KIP dan kekuatan hukum tetap menyatakan dokumen izin tambang adalah dokumen terbuka," kata Saini.
(Baca: Jatam Gugat Kementerian ESDM Izinkan Tambang Dairi Prima)
Dairi Prima merupakan perusahaan tambang seng dan timah hitam. Di lokasi tambang yang dikenal sebagai Anjing Hitam (Black Dog) terindikasi memiliki deposit timah hitam utama dengan kandungan mencapai 1,2 juta ton seng, 0,7 juta ton timah dan lebih dari 3 juta ons perak.
Semula Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Minerals Tbk memiliki 100% saham Dairi Prima dan sisanya PT Aneka Tambang Tbk sebesar 20%. Lalu, Bumi membeli sisa saham tersebut sehingga kepemilikannya menjadi 100% saham. Belakangan, Bumi melepas 51% saham Dairi Prima kepada China Nonferrous Metal Industry's Foreign Engineering and Construction Co. Ltd.