Rebutan Ulama Demi Gaet Suara Muslim di Pilpres 2019

Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berusaha menaiki panggung untuk bergabung melakukan shalat jumat bersama di Silang Monas, Jakarta.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
20/9/2018, 12.39 WIB

Calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saling berupaya menarik ulama di barisan masing-masing. Representasi ulama diperebutkan oleh dua kandidat karena dianggap dapat menarik suara muslim dalam Pemilihan Presiden 2019.

Kubu petahana yang terlebih dahulu mendekatkan diri dengan kaum ulama dengan menjadikan Ma'ruf sebagai cawapres Jokowi. Ma'ruf merupakan sosok ulama yang cukup kondang lantaran menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais A'am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Prabowo-Sandiaga lantas menyusul dengan membawa representasi ulama melalui dukungan yang diberikan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama melalui forum Ijtimak Ulama II. Bahkan, Sandiaga mendapatkan sematan sebagai ulama oleh Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.

(Baca juga: Survei LSI Denny JA: Pemilih NU dan Muhammadiyah Dukung Jokowi-Ma'ruf)

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai perebutan representasi ulama di antara kedua kandidat tak lepas dari keinginan menggaet suara pemilih muslim di Indonesia. Persentase pemilih muslim sangat besar,  diprediksi sekitar 85-90% dari seluruh pemilih yang ada.

Umat Islam menganggap ulama sebagai  pemimpin umat. Sehingga  peran ulama sangat besar dalam menentukan keputusan pilihan umat Islam dalam Pilpres 2019.

"Karena pemilih muslim terbanyak, maka ulama sebagai representasi umat atau tokoh yang memiliki basis massa yang banyak menjadi rebutan," kata Ujang ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (19/9).

(Baca juga: Survei: Jokowi-Ma'ruf Unggul Tipis di Antara Pengguna Media Sosial)

Berkaca pada Pilkada 2017

Menurut Ujang, kekuatan representasi ulama dalam politik sudah dibuktikan melalui Pilkada DKI 2017. Ketika itu, Anies Baswedan-Sandiaga Uno mampu memenangkan kontestasi melawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Kemenangan Anies-Sandiaga tak lepas dari gerakan 212 yang disokong oleh para ulama. Mereka juga, lanjut Ujang, ikut mendukung Anies-Sandi ketika melawan Ahok-Djarot.

"Gerakan itu yang menjadi kekuatan dari para ulama, sehingga capres-cawapres banyak melirik para ulama tersebut," kata Ujang.

Meski kedua kandidat berupaya menghadirkan representasi ulama, Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby menilai Jokowi-Ma'ruf lebih berpeluang dalam menggarap suara pemilih muslim. Alasannya, Jokowi merupakan sosok petahana yang sudah menunjukkan kinerjanya.

Persepsi pemilih muslim terhadap Jokowi juga masih cukup baik. Kemudian, ada faktor Ma'ruf yang bakal mengatrol elektabilitas Jokowi di antara pemilih muslim.

(Baca juga: Efek Ma'ruf Amin Jadi Cawapres, Isu SARA akan Bergeser ke Ekonomi)

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, potensi Jokowi-Ma'ruf dalam menggarap pemilih muslim juga disebabkan masih adanya fragmentasi yang besar di kalangan ulama pendukung Prabowo-Sandiaga. Kendati demikian, Pangi menilai hal tersebut masih dapat berubah hingga masa pemungutan suara.

Prabowo-Sandiaga masih berpeluang untuk bisa menggarap suara pemilih muslim lebih besar dengan membawa representasi ulama. "Prabowo dengan Ijtimak Ulama juga berpengaruh untuk mendulang elektoral," kata Pangi.

Prabowo-Sandiaga berpeluang menarik suara pemilih muslim jika para ulama pendukungnya menjaga soliditas. Selain itu, sosok ulama populer yang berafiliasi dengan Ijtimak Ulama II, seperti Abdullah Gymnastiar, Yusuf Mansyur, Arifin Ilham, dan Abdul Somad harus secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Sandiaga.

Selama ini, banyak di antara para ulama populer ini masih mengambil posisi netral dan tak mendukung kedua kandidat. Alhasil, Adjie menilai dukungan Ijtimak Ulama II dianggap belum begitu signifikan mengatrol elektabilitas Prabowo-Sandiaga saat ini.

"Kalau mereka tidak solid, ada yang ke Jokowi-Maruf atau bahkan tidak menyatakan sikap, itu akan mengurangi efektivitas Ijtimak Ulama," kata Adjie.

Dari survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis akhir Agustus 2018 lalu, kalangan pemilih muslim lebih banyak yang mendukung Jokowi-Ma'ruf dibandingkan Prabowo-Sandiaga. Jokowi-Ma'ruf unggul di tiga kategori pemilih yang berasosiasi dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam asal Nahlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, serta ormas Islam lainnya.

Sementara, Prabowo-Sandiaga masih mendapatkan dukungan suara dari pemilih yang berasosiasi dengan Persatuan Alumni (PA) 212. Survei LSI Denny JA mencatat elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di basis pemilih tersebut mencapai 52,7% dan meninggalkan Prabowo-Sandiaga dengan selisih 24,8%.