Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) masyarakat Indonesia tahun 2018 lebih rendah dibanding dengan tahun lalu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks perilaku masyarakat tahun ini berada pada level 3,66 atau lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 3,71.
BPS menyebut, dari skala 0 sampai 5, semakin tinggi indeks nilai, maka semakin menunjukkan perilaku masyarakat yang antikorupsi. Kepala BPS Suhariyanto menyatakan korupsi merupakan ancaman kriminal yang luar biasa.
“Perlu pembekalan untuk masyakatakat supaya jadi sangat antikorupsi,” kata Suhariyanto di Jakarta, Senin (17/9).
BPS melakukan survei antikorupsi terhadap 10 ribu responden yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Tingkat pengukurannya dibagi menjadi dua dimensi, yaitu persepsi dan pengalaman masyarakat.
Suhariyanto mengungkapkan, indeks perilaku antikorupsi dalam sisi persepsi masyarakat meraih skor 3,86 tahun 2018, meningkat dari 3,81 tahun lalu. Namun, fluktuasi nilai tercatat pada dimensi pengalaman yang turun dari 3,60 pada tahun lalu menjadi 3,57 di 2018. “Masih diperlukan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujarnya.
(Baca : Jokowi Akan Terbitkan Aturan Pertajam Pencegahan Korupsi)
Dalam dimensi persepsi masyarakat, indeks antikorupsi di perkotaan tercatat lebih tinggi dengan skor sebesar 3,97, dibandingkan perdesaan yang hanya 3,74. Begitu pula dimensi pengalaman, indeks antikorupsi perkotaan meraih skor sebesar 3,74, sementara di perdesaan hanya 3,36.
Karena itu menurutnya, pendidikan merupakan kunci peningkatan kesadaran antikorupsi masyarakat. Orang-orang yang memiliki pendidikan di atas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) umumnya berada pada indeks 4,02, sementara SLTA 3,94 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ke bawah hanya 3,53.
(Baca: RI Dinilai Penuhi 84% Komitmen Antikorupsi Internasional)
Sementara itu, berdasarkan kelompok usia, masyarakat berusia 40 hingga 59 tahun memiliki indeks tertinggi sebesar 3,70. Untuk masyarakat berumur 40 tahun ke bawah hanya 3,65 dan 60 tahun ke atas 3,56. “Pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk menggalakkan anak-anak muda supaya semakin anti terhadap korupsi,” kata Suhariyanto.
Terkait pengalaman masyarakat, BPS mencatat 10 pelayanan publik yang berkaitan dengan perilaku antikorupsi. Persentase masyarakat yang memberikan uang atau barang melebihi ketentuan dan mewajarkan hal tersebut meningkat dari 18,06% menjadi 19,61%.
Suhariyanto juga mengatakan akses masyarakat melalui perantara atau calo juga meningkat antara lain pada jenis layanan Kantor Urusan Agama (KUA), kantor desa atau keluharan, pembayaran listrik, peradilan, serta layanan kesehatan. “Sekarang baru mencapai 80% publik yang menggunakan layanan sendiri tanpa perantara,” ujarnya.
(Baca juga: Ada Perpres Beneficial Ownership, Cuci Uang Korporasi Mudah Dibongkar)