Perang Tagar Tak Akan Signifikan Merangkul Pemilih Mengambang

ANTARA FOTO/Darwin Fatir
Pengendara melintas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 16 bernuansa unik demam piala dunia 2018 di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/6). Dalam PIlkada kali ini, pasangan calon Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) melawan kolom kosong. Rupanya, mayoritas pemilih mencoblos kolom kosong.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
12/9/2018, 16.05 WIB

Penyebabnya, swing voters memiliki karakteristik kelas menengah di daerah urban, berusia muda, dan berpendidikan. Menurut Agus, swing voters tak akan hanya merujuk pada satu referensi ketika memilih. “Mereka menyerap semua informasi tapi belum tentu memilih. Mereka akan menyaringnya,” ujar Agus.

Karena itu, dia menyarankan agar kedua kubu lebih mengedepankan kampanye yang berkualitas. Misalnya menghadirkan isu yang argumentatif dan berdasarkan data yang kuat.  Hal tersebut akan lebih dapat diterima oleh kelompok yang belum menentukan pilihannya  daripada kampanye provokatif.

Dalam survei awal pekan lalu yang digelar Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA juga menyebutkan bahwa gerakan #2019GantiPresiden berpengaruh positif dalam menggenjot elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dari pengguna media sosial mencapai 39,5 %, sementara di kalangan bukan pengguna hanya 25,5 %. “Di kalangan bukan pengguna media sosial itu jomplang sekali,” kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa.

Meski demikian, Ardian menilai tingkat kesukaan masyarakat terhadap gerakan ini berpotensi turun. Alasannya, gerakan ini sudah mulai diserang dan diisukan negatif oleh beberapa pihak. (Baca: Survei: #2019GantiPresiden Genjot Elektabilitas Prabowo-Sandi).

Gerakan ini juga kerap mendapatkan hadangan di berbagai wilayah oleh kepolisian maupun kelompok masyarakat. Akhirnya, mereka menjadi bingung apakah #2019GantiPresiden merupakan sesuatu yang diperbolehkan di Indonesia.

Halaman: