PT Adaro Power menyatakan siap menyerap solar dengan campuran 20% bahan bakar nabati (biodiesel) sebesar 500 - 600 kiloliter per tahun. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam menjalankan kebijakan B20 pemerintah yang akan diterapkan bulan depan.
“Kami kerja sama dengan Pertamina. BBM-nya kami ambil dari Pertamina. Kami sudah bilang ke Pertamina, kami ikut peraturan,” kata Direktur Teknologi Adaro Power Adrian Lembong di Jakarta, Kamis (30/8).
Dia menjelaskan Adaro akan memanfaatkan biodiesel untuk segala lini bisnis perusahaan, terutama untuk dimanfaatakan untuk mengoperasikan mesin-mesin dan peralatan manufaktur. B20 merupakan campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) dari minyak kelapa sawit sebanyak 20%.
(Baca: Adaro Siap Terapkan Program Biodiesel 20% Bulan Depan)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 tahun 2018 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Pemanfaatan bahan bakar ini terkait dengan pembiayaan dari pengusaha sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
Aturan tersebut memuat kewajiban badan usaha menggunakan biodiesel dan sanksinya. Ada dua jenis badan usaha yang wajib melaksanakan kebijakan B20. Pertama, badan usaha yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis minyak Solar. Kedua, badan usaha yang melakukan impor solar.
(Baca: Pertamina Kekurangan Pasokan Minyak Nabati untuk Penerapan B20)
Pemerintah menerapkan sanksi kepada badan usaha yang melanggar. Sanksi administratif berupa denda Rp 6 ribu per liter dan pencabutan izin usaha bagi yang tidak mencampur 20% BBN ke BBM. Sanksi itu berlaku bagi kedua jenis bandan usaha tersebut.
Akan tetapi, Badan Usaha BBM tidak akan dikenakan sanksi apabila ada keterlambatan, keterbatasan, atau ketidakadaan pasokan BBN. Sanksi juga dibebaskan apabila ada ketidaksesuaian pasokan BBN Jenis biodiesel dengan kualitas yang disepakati dalam kontrak.