Hoaks dan Sikap Elite Politik Picu Keretakan Sosial saat Pemilu

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Warga membubuhkan cap tangan saat aksi \"Kick Out Hoax\" di Solo, Jawa Tengah, 8 Januari 2017.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
30/8/2018, 11.16 WIB

Peranan tokoh elite

Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, aktor dan partai politik kerap melihat pemilu hanya sebagai ajang kontestasi semata.

Mereka luput memberikan pendidikan politik terkait pemilu kepada masyarakat. Padahal, pendidikan politik ini penting untuk mencegah keretakan sosial.

"Ini yang menjadi hindering, lalu keadaban dan kesantunan kita menurun," kata Siti.

Karenanya, Siti meminta agar para aktor serta partai politik dapat berperan serta memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

(Baca juga: Polmark: Kemenangan Pilpres Ditentukan Dukungan Generasi Millenial)

Wakil Sekretaris Jenderal PKB Maman Imanulhaq sepakat jika pendidikan politik kepada masyarakat perlu diberikan. Maman menilai, masyarakat butuh diberikan penjelasan jika kontestasi dalam politik adalah hal yang biasa. Perbedaan pandangan politik tak mengharuskan masyarakat untuk meniadakan relasi sosial.

"Politik boleh berbeda, tapi hubungan pertemanan atau yang disebut kerukunan sosial itu jadi hal yang harus dijunjung," kata Maman.

Selain itu, dia menilai gerakan literasi perlu semakin disemarakkan. Tanpa hal tersebut, Maman khawatir masyarakat dapat dengan mudah percaya berita hoaks dan fitnah.

"Jika literasi tak dilakukan, kerukunan sosial akan terpecah dan terus menjadi rentan karena masyarakat kita jadi masyarakat yang instan dan menerima berita hoaks tanpa penyaringan," kata Maman.

Halaman: