Koalisi pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kubu pendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam waktu bersamaan mengadakan pertemuan Senin (23/7) malam. Kedua kubu pun sama-sama membahas penggodokan calon wakil presiden (cawapres) menjelang pendaftaran Pemilihan Presiden 2019.
Jokowi bersama enam ketua umum (ketum) partai politik membahas cawapres sembari bersantap malam di Istana Bogor, Jawa Barat. Mereka adalah Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, serta Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang.
Dalam santap makan malam itu tersaji beragam menu Nusantara seperti ikan gurame goreng, tahu goreng isi udang, cah toge ikan asin, hingga bandrek susu kelapa. Keenam pimpinan parpol duduk mengitari meja kayu panjang saling berhadapan. Sementara Jokowi duduk sendiri di ujung meja.
"Masalah bangsa tak akan bisa dipikirkan dan diselesaikan satu orang saja," kata Jokowi dalam unggahannya di media sosial.
(Baca: Jokowi Akan Umumkan Cawapres di Akhir Pendaftaran Pilpres)
Pertemuan selama empat jam ini berujung dengan mengerucutkan satu nama cawapres, namun belum diumumkan ke publik dalam waktu dekat. Momen penyampaian nama cawapres pun diserahkan sepenuhnya kepada Jokowi.
Jokowi kemungkinan akan mengumumkannya menjelang berakhirnya pendaftaran Pilpres. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan tenggat pendaftaran pasangan capres-cawapres pada 4-10 Agustus 2018.
“Tidak dalam waktu yang amat dekat, karena tentu ini terkait juga dengan strategi politik,” kata Ketua Umum PPP M Romahurmuziy, usai pertemuan.
Rommy mengatakan dalam pertemuan tersebut enam partai telah menyatakan solid mendukung Jokowi dan tak berminat untuk bergabung dengan koalisi lain. Pernyataan ini seolah sebagai penegasan atas potensi Golkar dan PKB menyeberang ke kubu lawan bila pimpinan mereka tak menjadi cawapres Jokowi.
(Baca juga: Pilihan Cawapres Jokowi Diperkirakan Tak Buat Koalisi Pecah)
Pendukung Prabowo kurang solid
Pada waktu hampir bersamaan, pendukung Prabowo yang menamakan diri Koalisi Keumatan mengadakan pertemuan yang diinisiasi oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta. Pertemuan berlangsung 2,5 jam ini telah mengerucutkan cawapres Prabowo menjadi dua nama.
Berbeda dengan kubu pendukung Jokowi, pertemuan itu tak dihadiri beberapa pimpinan partai politik yang dalam tahap menjajaki koalisi mendukung Prabowo. Beberapa partai yang tak dihadir yakni Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat dan Partai Berkarya. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan pun tak tampak hadir.
Partai Demokrat sengaja tak hadir dalam pertemuan tersebut karena menolak bergabung dalam Koalisi Keumatan. Alasannya, koalisi tersebut diinisasi oleh PA 212 yang merupakan organisasi kemasyarakatan (ormas).
"Apa itu Koalisi Keumatan? Kami berkoalisinya dengan Gerindra, PKS, dan PAN kalau jadi. Kami tak berkoalisi dengan PA 212," kata Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Selasa (24/7).
Ferdinand menilai, inisiasi pembentukan koalisi mestinya dikomandoi oleh partai-partai politik yang bergabung. Sebagai sebuah ormas, PA 212 seharusnya hanya memberikan dukungan terhadap koalisi.
"Silakan nanti mendukung koalisi yang ada, tapi komando dari koalisi ini tetap di pimpinan partai politik," kata Ferdinand.
(Baca juga: AHY Diajukan Jadi Cawapres Prabowo bila Demokrat-Gerindra Berkoalisi)
Di sisi lain, Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif berharap Demokrat turut bergabung dalam Koalisi Keumatan. Slamet mengatakan, masuknya Demokrat diharapkan dapat membuat Koalisi Keumatan semakin kuat.
Salah satu pendukung PA 212, Martimus Amin, mengatakan absennya beberapa parpol pendukung Prabowo semata alasan teknis. Dia memang mengakui ada perbedaan di kubu tersebut dalam penentuan cawapres. "Ada kepentingan mereka menawarkan cawapres, itu wajar-wajar saja," kata Martimus.
Tutup peluang poros ketiga
Langkah Jokowi dan Prabowo yang menunda pengumuman cawapres dianggap sebagai upaya mencegah lahirnya poros ketiga. Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan kedua belah pihak terkesan menahan pengumuman cawapres untuk mengunci koalisi.
Apabila dua kubu tersebut mengumumkan cawapres maka akan ada pihak yang kecewa dan saling berkoordinasi untuk membuat poros alternatif. Oleh sebab itu walaupun sudah banyak disebut nama kandidat cawapres, namun belum akan ada pengumuman.
"Itu alasan strategi mereka hingga sekarang lambat mengumumkan cawapres," kata Djayadi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
(Baca: Prabowo dan SBY Beri Sinyal Koalisi Gerindra-Demokrat Makin Dekat)
Selain itu waktu yang sempit hanya dalam hitungan hari akan membuat semakin sulit membentuk poros ketiga. Apalagi persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) yang mencapai dukungan partai politik dengan suara 20% di DPR, membuat parpol membutuhkan koalisi besar.
Djayadi juga beranggapan, meski Jokowi sudah mengantongi nama cawapres, akan memperlambat pengumuman mencegah Prabowo mengeluarkan langkah tandingan.
"Misalkan Prabowo (memutuskan) tidak maju, (Jokowi) akan terkejut. Sekarang Prabowo kan sudah jelas siapa saja (cawapresnya)," kaya Djayadi.