Elite PKS Terbelah Sikapi Wacana Pengusungan Anies di Pilpres 2019

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sekjen PKS Mustafa Kamal (tengah) memberikan keterangan usai menyerahkan daftar bakal calon anggota legislatif di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (17/7).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
18/7/2018, 19.51 WIB

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq menyatakan partainya sedang mengalami konflik internal seiring mencuatnya perbedaan pendapat di antara para pengurus dan kader. Konflik internal tersebut di antaranya dipicu persoalan pencalonan dalam Pilpres 2019.

Mahfudz menjelaskan, awalnya elite PKS mengajukan sembilan kader yang akan maju dalam Pilpres 2019, namun belakangan mengerucut menjadi dua nama yakni eks Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri. Menurut Mahfudz, banyak kader PKS yang mempertanyakan mekanisme partai dalam menyaring dua nama tersebut.

Selain itu, munculnya wacana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai capres atau cawapres menimbulkan polemik. Pasalnya, banyak kader PKS yang tetap menginginkan sosok yang dimunculkan dalam Pilpres adalah satu dari sembilan nama hasil ketetapan Majelis Syuro PKS.

"Saya tidak setuju PKS memberikan karcisnya cuma-cuma, bahkan ke Anies," kata Mahfudz di Jakarta, Rabu (18/7).

(Baca juga: Peluang Anies Hadapi Jokowi Makin Besar bila Prabowo Mundur Capres)

Gerindra telah mengerucutkan lima dari delapan bakal cawapres Ketua Umum Prabowo Subianto. Tiga di antaranya menampung usulan PKS yakni Aher, Salim Segaf Al Jufri, dan Anies Baswedan

Mahfudz menilai pencalonan Anies tak bakal memberikan kontribusi besar terhadap suara PKS, bila berkaca dari Pilkada DKI Jakarta 2017. Suara PKS tak bertambah signifikan meski ikut mengusung Anies bersama Gerindra dan PAN.

Dia pun meminta agar DPP PKS berkukuh meminta kursi cawapres dalam koalisi bersama Gerinda di Pilpres 2019. Menurutnya, PKS sudah cukup sabar berkoalisi dengan Gerindra sejak Pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, hingga Pilkada Jawa Barat 2018.

Mahfudz menjelaskan, pada Pilpres 2014, PKS tak mendapatkan kursi cawapres karena akhirnya Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berpasangan dengan mantan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Pada Pilkada DKI 2017, PKS tak juga mendapatkan kue baik di posisi calon gubernur maupun calon wakil gubernur.

(Baca juga: Bursa Cawapres, JK: Tanggung Jawab Anies di Jakarta)

Ada pun pada Pilkada Jawa Barat 2018, PKS hanya mendapatkan kursi cawagub dengan mengusung kadernya, Ahmad Syaikhu. "Saya pikir di 2019 ini ya saatnya PKS dapat deviden. Deviden apa? Ya kursi cawapres," kata dia.

Mahfudz sempat menyuarakan kegelisahannya dalam surat terbuka meminta Anies mundur dalam pencalonan. Anies enggan menanggapi hal itu dan menyerahkan sepenuhnya kepada partai pengusungnya. 

Selain konflik internal dalam persoalan wacana Pilpres, PKS juga menghadapi konflik internal terkait Pileg. Mahfudz menyebutkan pimpinan memerintahkan para bakal calon anggota legislatif (caleg) menandatangani surat edaran dari DPP PKS bertanggal kosong.

Mahfudz mengatakan, banyak kader PKS yang menolak perintah tersebut sebab bertabrakan dengan prinsip demokrasi dan peraturan perundang-undangan.

Menurut Mahfudz, para kader yang menolak menandatangani surat tersebut lantas dicoret dari daftar pencalegan. "Ada yang diturunkan nomor urutnya, dipindah dapilnya," kata Mahfudz.