Isu Energi Dibahas Khusus pada Perundingan Dagang RI – Uni Eropa

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Yura Syahrul
15/7/2018, 11.49 WIB

Sektor energi dan mineral dibahas khusus dalam perundingan kerja sama perdagangan Indonesia dan Uni Eropa atau Indonesia – Europe Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) di Brussels, Belgia, 9-13 Juli 2018. Meski baru dibahas khusus kali ini, sejumlah isu di sektor energi telah menemukan kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan delegasi Uni Eropa.

Direktur Jenderal Negosiasi Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia Iman Pambagyo menyatakan, Energy and Raw Material (ERM) menjadi salah satu topik khusus yang dibahas dalam perundingan ke-5 I-EU CEPA saat ini. “Ada tiga topik khusus yaitu ERM, Government Procurement dan Repairs Goods,” katanya kepada Katadata.co.id di Brussels, Jumat (13/7) waktu setempat.

Isu seputar ERM sebenarnya sudah dibicarakan sejak perundingan awal dalam pokok bahasan Trade in Goods. Namun, dalam perundingan terakhir di Solo, Februari lalu, disepakati agar ERM dipisahkan menjadi topik bahasan tersendiri. Pertimbangannya, Uni Eropa menganggap isu seputar energi dan mineral cukup penting.

(Baca juga: Ekspor Sawit Mei Turun Tertekan Kenaikan Stok Minyak Nabati Dunia)        

Lewat pembahasan terpisah tersebut, menurut Iman, Uni Eropa ingin mengamankan pasokan energinya di masa depan. “Misalnya terkait pembangkit listrik, mereka ingin adanya kesamaan (perlakuan di Indonesia).”

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Perencanaan Strategis Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan, Uni Eropa menaruh perhatian lebih terhadap energi dan mineral mentah karena dunia tengah mengalami transisi ke penggunaan energi yang efisien dan dapat diperbarui (renewable energy). “Dari sinilah muncul ERM yang mulai didiskusikan di Solo,” kata Yudo, yang menjadi anggota delegasi Pemerintah Indonesia dalam perundingan I-EU CEPA tersebut.

Sedangkan menurut Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur Prahoro Nurtjahyo, pemerintah memiliki posisi dan tujuan yang jelas dalam perundingan dagang ini, yaitu membuka pasar yang lebih luas dan meningkatkan investasi. “Kita juga tentu menawarkan peluang-peluang kepada mereka (Uni Eropa),” ujarnya.

(Baca juga: Bertolak ke AS, Pemerintah Fokus Isu Perdagangan dan Tarif Bea Masuk)

Dalam dua hari sesi pembahasan mengenai ERM setidaknya menyangkut tiga isu besar. Pertama, ekspor mineral mentah, khususnya mengenai aturan bea keluar yang diberlakukan oleh Indonesia. “Uni Eropa ingin mendapatkan bahan baku yang murah,” ujar Yudo. Persoalannya, jika bea keluar dibebaskan, Uni Eropa harus bisa menjamin mineral mentah yang diekspor itu memang dimanfaatkan langsung di negara-negara anggotanya.

Kedua, ketenagalistrikan. Salah satu keinginan Uni Eropa adalah mengelola transmisi listrik di Indonesia. Namun, hal ini tidak mungkin karena operator listrik berada di tangan PT PLN. “Silakan bernegosiasi dengan PLN kalau mau membuat konstruksi transmisi, pemerintah hanya memfasilitasi,” ujar Yudo.

Ketiga, minyak dan gas bumi (migas). Salah satu yang diusulkan Uni Eropa adalah lelang wilayah kerja migas tidak perlu lagi digelar atau diulang jika pada lelang pertama tidak ada pemenangnya. “Ini tentu tidak bisa. Semuanya harus melalui tender agar tidak melanggar hukum,” kata Prahoro.

Pemerintah menekankan bahwa proses lelang dilakukan untuk transparansi dan perlakuan yang sama kepada semua pihak. “Kami jelaskan juga, dalam hal ini tidak ada perlakuan khusus untuk Pertamina,” ujarnya. Pemerintah pun menjamin proses lelang hingga penentuan pemenangnya tidak akan memakan waktu lama.

Isu lain yang disinggung dalam perundingan tersebut adalah standardisasi penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan. Dalam draft usulan Uni Eropa, ada istilah “high standard”, yang menurut Pemerintah Indonesia itu tidak diperlukan dan malah menimbulkan ketidakjelasan. “Yang penting harus memenuhi standard, tidak perlu ditambahkan ‘hight’ karena tidak jelas ukurannya,” ujar Yudo.

Dalam perundingan terkait ERM ini, delegasi Pemerintah Indonesia sejak awal menegaskan pengelolaan energi di tanah air yang dibatasi oleh sejumlah aturan, bahkan konstitusi. Ini mengacu kepada Pasal 33 UUD 1945 bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat”.

Jadi, pengelolaan energi dan mineral mentah di Indonesia tetap diatur oleh pemerintah dan untuk kepentingan semua masyarakat. Hal ini pula yang mendasari sikap pemerintah terhadap larangan ekspor mineral mentah karena harus diolah terlebih dahulu di dalam negeri.

Menurut Prahoro, pemberian ruang lingkup pengelolaan energi dan hasil tambang ini sejak awal dapat dipahami oleh delegasi Uni Eropa sehingga membuat perundingan bisa berjalan lancer. “Mereka baru tahu kalau aturan di Indonesia sudah jauh berbeda dengan masa saat Orde Baru.”

Alhasil, dia optimistis, pembahasan kerja sama dagang terkait ERM dapat segera dituntaskan dalam pertemuan berikutnya di Indonesia, pada Oktober mendatang. Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan kerja sama dagang dengan Uni Eropa dapat segera terwujud. Dengan begitu, dapat memperluas pasar dan meningkatkan ekspor,  serta memperbesar surplus neraca perdagangan Indonesia.