MA: PKPU Larangan Eks Napi Korupsi Tak Boleh Bertentangan dengan UU

Antara
MA mempersilakan pihak-pihak yang hendak menggugat PKPU yang melarang eks napi korupsi mendaftar caleg.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
6/7/2018, 12.55 WIB

Mahkamah Agung (MA) memastikan bahwa sebuah aturan tak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi. Pernyataan MA ini merespon polemik aturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif dalam Pileg 2019.

Aturan larangan napi korupsi tersebut tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Menurut prinsip, aturan yang ada tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah di kantornya, Jakarta, Jumat (6/7).

Abdullah pun mempersilakan pihak-pihak yang ingin melakukan uji materiil terkait terbitnya PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ke MA. Abdullah mengatakan, MA siap menerima gugatan uji materiil tersebut.

"Silakan mengajukan siapapun yang merasa tidak terakomodir kepentingannya di dalam ketentuan pasal-pasalnya ke MA dengan mekanisme uji materiil," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah di kantornya, Jakarta, Jumat (6/7).

(Baca juga: KPU Resmi Larang Mantan Koruptor Jadi Caleg di 2019)

Menurut Abdullah, jika gugatan telah diterima MA, para pemohon diberikan waktu 14 hari untuk melengkapi lampiran yang dibutuhkan dalam uji materiil. Setelah itu, pihak termohon, yakni KPU, akan diberikan waktu 14 hari untuk memberikan jawaban atas permohonan gugatan.

Kemudian, sidang akan dilakukan paling lama 14 hari hingga diputus majelis hakim. "Karena waktunya yang sangat singkat, maka prosesnya sebetulnya sederhana," kata Abdullah.

Abdullah mengatakan, sidang uji materiil nantinya hanya berfokus terhadap norma-norma dalam PKPU. Sementara, kepentingan dan dalil-dalil pemohon tidak akan diuji dalam sidang.

Jika norma dalam PKPU dianggap bertentangan dengan UU yang lebih tinggi, maka majelis hakim akan mengabulkan gugatan tersebut. "Demikian juga kalau ada UU yang lebih baru maka agar mengesampingkan aturan yang lama, ini prinsip yang harus dipahami," kata Abdullah.

Meski demikian, Abdullah menyatakan pihaknya belum menerima permohonan gugatan uji materiil atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018. KPU menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 pada Sabtu (30/6) lalu.

Usai dirilis, banyak pihak mendorong bakal caleg yang tak puas dengan aturan tersebut untuk mengajukan uji materiil ke MA. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, hasil putusan MA nantinya dapat meluruskan polemik mengenai pasal larangan eks narapidana kasus korupsi untuk ikut Pileg.

(Baca juga: Aturan Pelarangan Caleg dari Napi Korupsi Sah Sejak Diteken Ketua KPU)

Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai yang menyatakan mendukung larangan terhadap mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai caleg di Pileg 2019.

Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan, pihaknya akan mendukung PKPU tersebut karena sejalan dengan slogan "Golkar Bersih". "Jadi pada dasarnya hal-hal yang terkat dengan korupsi kami sangat dukung," kata Lodewijk.

Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi pun ikut menyatakan dukungannya terhadap penerbitan aturan KPU tersebut. Alasannya, PKPU tersebut dapat mendorong lahirnya calon anggota legislatif yang memiliki kualifikasi baik di mata publik.

Sementara Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk melarang calon anggota legislatif yang berlatar narapidana kasus korupsi. Dengan demikian, tak ada penolakan dari PKS terhadap terbitnya PKPU tersebut.