Elektabilitas Jokowi Kalah di Jabar, PPP Usul Cawapres dari Kaum Islam

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo berboncengan dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menggunakan motor listrik menyapa warga Asmat saat kunjungan kerja di Kampung Kaye, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis (12/4/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
3/7/2018, 21.15 WIB

Lembaga riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengumumkan exit poll atau survei yang dilakukan saat pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni lalu. Dari hasil exit poll di Jawa Barat, elektabilitas Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto unggul dibanding Presiden Joko Widodo.

Dari survei dengan pertanyaan jika Pilpres 2019 digelar saat pilkada, siapa presiden yang dipilih, sebanyak 51,2% memilih Prabowo dan  sebesar 40,3% memilih Jokowi.

Exit poll tersebut dilakukan sesaat setelah pemilih meninggalkan tempat pemungutan suara (TPS).  SMRC memilih 1.580 responden di Jabar yang dipilih secara acak.

Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan mayoritas pemilih Prabowo merupakan pendukung Sudrajat-Akhmad Syaikhu (44%) dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (22%). 

"Sementara para pemilih Jokowi paling banyak mendukung Ridwan-Uu (39%) dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (31%)," kata Deni dalam keterangan tertulis, Selasa (3/7). 

(Baca juga: Evaluasi Pilgub Jabar, Golkar Khawatirkan Elektabilitas Jokowi)

Sementara itu hasil exit poll di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara menunjukkan elektabilitas Jokowi lebih unggul. Hasil di Jawa Tengah, elektabilitas Jokowi sebesar 73,1% dan Prabowo 19,7%.

Di Jawa Timur, pemilih Jokowi sebanyak 64,2% dan Prabowo 28,3%. Ada pun di Sumatera Utara, pemilih Jokowi 52,8% dan Prabowo 40,4%.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi mengatakan isu "2019 Ganti Presiden" yang dihembuskan dalam Pilkada di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memang mengejutkan. Namun, dengan kalahnya seluruh pasangan calon yang diusung PKS di Pulau Jawa, menandakan mayoritas masyarakat tak menginginkan pergantian kepemimpinan.

(Baca juga: Hasil Hitung Cepat, Lumbung Suara di Jawa Diamankan Pendukung Jokowi)

Menghadapi Pilpres, kata Arwani, sosok cawapres pendamping Jokowi akan memegang peranan penting. Berkaca pada hasil evaluasi Pilkada, Arwani mengusulkan cawapres Jokowi berlatar nasionalis-Islam.

Alasannya, dari hasil Pilkada di Pulau Jawa, yang merupakan lumbung suara nasional, pasangan calon yang menang versi perhitungan cepat memiliki latar belakang tersebut.

Ini terlihat dari pasangan Ridwan-Uu di Jawa Barat, Ganjar Pranowo-Taj Yasin di Jawa Tengah, serta Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak. Ketiganya merupakan pasangan nasionalis-Islam.

"Ini potret ideal yang memang dianggap pemilih Indonesia," kata Arwani di Jakarta, Selasa (3/7).

(Baca juga: Siasat Gerindra dan PKS Dongkrak Suara di Pilgub Jabar dan Jateng)

Menurut Arwani, kemenangan di ketiga daerah tersebut berhasil membuktikan jika pemilih memang bersimpati dengan pasangan berlatar nasionalis-Islam. Kondisi ini, lanjut Arwani, perlu dipertimbangkan para pendukung Jokowi.

Jokowi selama ini dianggap sebagai tokoh berlatar nasionalis, sehingga membutuhkan cawapres dari latar belakang kelompok Islam. Apalagi, Jokowi selama ini dianggap lemah dalam menggarap dukungan kelompok muslim.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago.

Menurut Pangi, Jokowi hingga saat ini masih lemah mengelola isu-isu keumatan yang beredar. Karena itu, penting bagi Jokowi untuk memilih cawapres berlatar Islam.

"Karenanya Jokowi perlu ambil calon berlatar santri. Pak Jokowi perlu memilih calon yang merepresentasikan yang meneduhkan," kata Pangi.