Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais membuat pernyataan yang menyita perhatian publik akhir pekan lalu. Dia menyatakan keinginannya maju dalam bursa calon presiden (capres) 2019 PAN bersaing dengan tiga kandidat lainnya yakni Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Penasehat PAN Sutrisno Bachir, serta mantan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa.
Amien semangat maju dalam bursa capres karena terinspirasi Mahathir Mohamad yang memenangi pemilihan umum dan terpilih sebagai Perdana Menteri Malaysia meski telah menginjak usia 92 tahun.
"Pak Mahathir satu angkatan di atas Pak Amien bisa memenangkan. Jadi Pak Amien jangan pernah mengatakan (tidak), never say no," kata Amien saat buka puasa bersama tokoh-tokoh PAN di rumah dinas Ketua MPR Zulkifli Hasan di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Sabtu (9/6).
(Baca juga: Peluang Koalisi Keuamatan Menantang Jokowi di Pilpres 2019)
PAN menyatakan memiliki alasan kuat mengusung Amien dalam kontestasi politik lima tahun sekali itu. Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengklaim jika Amien berintegritas sebagai pemimpin nasional yang cinta NKRI dan cinta rakyat Indonesia.
Amien pun dinilai masih memiliki fisik kuat dan stamina prima meski sudah berusia 74 tahun. "Usia tidak menghalangi dalam menjalankan tugas pokok pekerjaan," kata Viva dalam keterangan tertulisnya, Minggu (10/6).
Manuver Amien ditanggapi dingin
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra merespons dingin manuver Amien yang hendak maju sebagai capres 2019. Lewat cuitan melalui akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Yusril membuat sembilan cuitan yang menunjukkan keengganannya mendukung manuver Amien.
"Tahun 2018 ini pun saya tidak ingin ikut-ikutan dengan manuver Pak Amien Rais, bukan karena saya apriori, tetapi saya belajar dari pengalaman," ucap Yusril dalam cuitan, Senin (11/6).
(Baca: Amien Rais vs Luhut, Kisruh Siklus Lima Tahun Jelang Pilpres)
Yusril membuat pernyataan yang mengingatkan publik dengan manuver Amien dalam pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1999. Saat itu Yusril maju dalam pilpres bersaing dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri. Padahal seharusnya dia menjadi calon tunggal ketika itu.
"Pengalaman, adalah guru yang paling bijak. Tahun 1999 dalam pertemuan di rumah Dr Fuad Bawazier, Pak Amien meyakinkan kami semua untuk mencalonkan Gus Dur. Saya dan MS Kaban menolak. Kami tidak ingin mempermainkan orang untuk suatu agenda tersembunyi," kata Yusril.
Bukan sekali ini, Yusril mengingatkan akan 'siasat politik' Amien yang saat itu menjabat sebagai Ketua MPR.
Yusril mengingatkan pepatah Jawa yang menyebut ucapan seorang pemimpin adalah 'sabdo pandito ratu', sehingga pemimpin itu tidak seharusnya munafik antara ucapan dan tingkah laku.
"Pemimpin seperti ini akan kehilangan kredibilitas di mata rakyat dan pendukungnya," kata dia.
Beban berat Amien
Apabila Amien maju dalam Pilpres 2019, tak mudah bagi Amien bertarung menyaingi kandidat petahana Presiden Joko Widodo (Jokowi). Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, Amien pernah mengikuti pemilu pada 2004 berdampingan dengan Siswono Yudo Husodo.
Ketika itu, Amien-Siswono hanya mendapatkan posisi keempat di bawah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, serta Wiranto-Salahuddin Wahid. Amien-Siswono hanya memperoleh dukungan sebesar 17,3 juta atau 14,66% dari total suara.
Qodari menilai, hasil tersebut menunjukkan bahwa Amien belum memiliki basis pendukung yang cukup besar untuk bisa memenangkan Pilpres. "Lain kalau pada saat itu dia peringkat dua, misalnya SBY terus Amien Rais, maka bisa dikatakan suara pendukungnya besar. Ini kan nomor empat," kata Qodari ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (11/6).
(Baca juga: JK: Sulit Mencari Lawan Jokowi)
Qodari menambahkan, tantangan bagi Amien terkait tingkat kesukaan publik kepadanya. Menurut Qodari, survei 2003-2004 menyatakan jika tingkat pengenalan terhadap Amien cukup tinggi di atas 90%.
Hanya saja, tingkat pengenalan itu tak berbanding lurus dengan tingkat kesukaan publik. Qodari mengatakan, tingkat kesukaan terhadap Amien ketika survei 2003-2004 menjadi salah satu yang cukup rendah.
Tantangan lainnya karena popularitas dari Amien dinilai mulai berkurang. Qodari menilai masa kejayaan popularitas Amien berada pada rentang 1999-2004.
Dengan semakin berkurangnya popularitas Amien, Qodari menilai elektabilitasnya pun akan kian merosot. "Ketika sedang jaya-jayanya dia ikut Pilpres itu kalah. Sekarang saya kira Pak Amien sudah tidak sepopuler dulu," kata Qodari.