Mahfud MD Sebut Hak Keuangan Pejabat BPIP Lebih Kecil dari Anggota DPR

ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Kepala Dewan Pengarah dan Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif (kiri belakang) bersama sembilan anggota melakukan sumpah dalam pelantikan UKP-PIP di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
31/5/2018, 13.27 WIB

"Wantimpres itu gajinya sudah Rp 60 juta tapi ditambah Rp 100 juta lagi operasional. Kami operasionalnya Rp 13 juta," kata Mahfud.

Jika hak keuangan pejabat BPIP dianggap terlalu besar, Mahfud heran kenapa masyarakat tak mempersoalkan hal yang sama terhadap anggota dewan. Alasannya, Mahfud memperkirakan jika anggota DPR pada 2004 telah mampu mendapatkan hak keuangan hingga Rp 150 juta.

Menurut Mahfud, angka itu didapatkannya ketika menjabat sebagai anggota DPR. Mahfud menilai hak keuangan anggota DPR pada 2004 bahkan sudah melampaui yang diberikan kepada BPIP.

"Ini sudah 14 tahun. Berarti di sana sudah lebih dari Rp 200 juta," kata Mahfud.

(Baca juga: Perpres Atur Gaji Megawati Ratusan Juta di BPIP Akan Digugat ke MA)

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ( MAKI) berencana mengajukan uji materi peraturan presiden tersebut ke Mahkamah Agung. Alasannya Perpres Nomor 42 Tahun 2018 berpotensi melanggar tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Selain menggugat ke MA, Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan dugaan maladministrasi dalam penerbitan Perpres ini ke Ombudsman RI. Salah satu dasar laporan MAKI yakni APBN tahun 2018 belum menentukan nomenkaltur tentang hak keuangan BPIP termasuk khususnya Dewan Pengarah.

"Sehingga pemberian hak keuangan pada saat ini ( 2018) akan dapat menimbulkan masalah jika dilakukan pemeriksaan oleh BPK," kata Boyamin.

Halaman: