Terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono membayar uang pengganti kejahatannya Rp 87 miliar kepada negara, hari ini. Dengan demikian, pendiri Modern Group yang pernah menjadi buronan selama 13 tahun, melunasi kewajiban membayar uang pengganti korupsi sebesar Rp 169 miliar.
Pelunasan uang pengganti ini tertunda 15 tahun setelah Mahkamah Agung pada 2003 mewajibkan Samadikun membayar uang pengganti atas kejahatan korupsi BLBI sebesar Rp 169 miliar. Selain mewajibkan pembayaran ganti rugi, hakim MA menghukum Samadikun empat tahun penjara.
Setelah ditangkap pada 2016 lalu, Samadikun telah membayar uang pengganti korupsi sebesar Rp 81 miliar dalam beberapa tahap selama rentang 2016-awal 2018.
Pembayaran uang pengganti korupsi hari ini diserahkan secara simbolik dalam bentuk uang tunai ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Kejaksaan kemudian memasukkannya ke rekening Bank Mandiri di Plaza Mandiri, Jakarta.
Uang pengganti diserahkan dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu yang dibawa sebuah troli. Uang kertas merah tampak menggunung hingga mencapai tinggi bahu petugas.
"Pada hari ini yang bersangkutan telah melunasi dalam arti membayar kali terakhir sebagai pelunasan kewajibannya kepada pemerintah, kepada negara, sebesar RP 87 miliar," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tony Spontana, Kamis (17/5).
(Baca juga: Pelarian Samadikun Berakhir di Shanghai)
Dengan pembayaran ini, kata Tony, kejaksaan akan mengembalikan aset-aset Samadikun yang selama ini disita. "Tidak ada sangkut paut lagi dengan aset yang bersangkutan, selesai kewajiban dia. Kasusnya bisa dikatakan tuntas," kata dia.
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto menerima uang pengganti yang ditransfer oleh Samadikun. Nantinya uang tersebut akan segera dimasukkan ke kas negara. "Secara hukum akan kami berikan ke kas negara," kata Sulaiman.
Kasus Samadikun bermula ketika Bank Modern yang pernah dipimpinnya mengalami saldo debet akibat rush atau penarikan uang berbarengan oleh masyarakat. Untuk menutup saldo debet tersebut, Bank Modern meminta BLBI dalam bentuk surat berharga pasar uang khusus (SBPUK), fasdis, dan dana talangan valas sebesar kurang lebih Rp 2,5 triliun.
Dari jumlah tersebut, Samadikun yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Komisaris Bank Modern terbukti melakukan penyimpangan dalam penggunaan BLBI sebesar Rp 169 miliar. MA lewat putusan Nomor 1996 K/Pid/2002 tertanggal 28 Mei 2003, memvonis Samadikun penjara selama empat tahun dan membayar uang pengganti.
(Baca juga: Sjamsul dan Dorodjatun Ada dalam Dakwaan Kasus BLBI Eks Kepala BPPN)
Hanya saja Samadikun tak dapat dieksekusi lantaran melarikan diri sehari sebelum dibui. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa selama masa pelariannya, Samadikun pernah berada di Apartemen Beverly Hills, Singapura. Dia juga diketahui memiliki pabrik film di Tiongkok dan Vietnam.
Pada 14 April 2016, Kepala Badan Intelijen Negara yang saat itu dijabat Sutiyoso membawa Samadikun dari Tiongkok. Penangkapan hasil kerja sama dengan otoritas Tiongkok. Menurut Sutiyoso, otoritas intelijen Tiongkok menangkap Samadikun yang saat itu hendak menonton Formula 1 Shanghai.