Wakil Presiden Jusuf Kalla enggan maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2019. Kalla yang kembali digadang-gadang untuk mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi), memiliki dua alasan menolak usulan tersebut.
Pertimbangan pertama Kalla enggan maju di Pilpres 2019 karena dirinya yang sudah tak lagi muda. "Umur saya 2019 (menjadi) 77 tahun. Karena itu mungkin saya perlu beristirahat," kata Kalla dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Dia pun sudah menyiapkan rencana setelah tidak menjadi pejabat publik akan melanjutkan kegiatannya di bidang sosial dan pendidikan agama. "(Kegiatan) di PMI (Palang Merah Indonesia), Dewan Masjid Indonesia, pendidikan. Insya Allah saya akan melanjutkan upaya-upaya ini karena itu juga sangat penting untuk masyarakat," kata dia.
(Baca juga: Rencana Jusuf Kalla Ketika Tak Lagi Jadi Wakil Presiden)
Alasan kedua, karena hambatan konstitusi karena Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7 membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal hanya dua periode. Sebelum mendampingi Jokowi, Kalla merupakan wakil presiden (wapres) pada periode pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i mengatur persyaratan capres dan cawapres yakni yang belum pernah menjabat sebagai presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
"Kalau jadi capres tahu diri lah kita, tidak mudah. Jadi saya mengambil sikap untuk tidak ikut. Walaupun banyak teman yang mendorong tapi terhalang dua masalah tadi," kata Kalla.
(Baca wawancara khusus dengan Jusuf Kalla selengkapnya di katadata.co.id #bicaradata. (Semua Pemerintahaan di Tahun Terakhir Lebih Populis)
Jokowi sendiri menyatakan Kalla merupakan cawapres yang paling tepat mendampingi dirinya di Pilpres 2019, apabila tak melanggar undang-undang.
"Ya (kalau UU mengizinkan) kenapa tidak, beliau (Kalla) menurut saya adalah yang terbaik," kata Jokowi dalam wawancara dengan Matanajwa, Rabu (25/4). (Baca juga: Partai Pendukung Jokowi Kesulitan Cari Cawapres seperti Jusuf Kalla)
Uji materi UU Pemilu
Saat ini dua pemohon berbeda telah mengajukan uji materi yang mengatur pesyaratan capres dan cawapres dalam UU Pemilu. Kelompok pertama diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar, dalam perkara nomor 36/PUU-XVI/2018 yang diajukan pada Senin (30/4).
Mereka mempersoalkan Pasal 169 huruf n UU No. 7/2017 yang melarang pendaftaran capres atau cawapres yang pernah menjabat dua periode. Mereka meminta hakim mengganti frasa ‘presiden atau wakil presiden’ menjadi ‘presiden dan wakil presiden’.
Sehingga, persyaratan masa jabatan dua periode berturut-turut hanya berlaku bagi pasangan yang pernah menjabat dalam satu paket.
Permohonan kedua diajukan oleh Syaiful Bahri dan Aryo Fadlian yang diwakili Koalisi Advokat Nawacita Indonesia. Mereka mengajukan uji materi Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu pada Kamis (3/5).
Penjelasan Pasal 169 huruf n berbunyi: “Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama 2 (dua) kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun”.
Dalam permohonannya, mereka meminta hakim menyatakan frasa secara berturut-turut mau pun tidak berturut-turut bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bila hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua permohonan tersebut, maka peluang Kalla terbuka untuk maju kembali dalam Pilpres 2019. (Baca: Mengukur Peluang Kalla Jadi Cawapres di Pemilu 2019).