Elite Gerindra Tarik Menarik Usung Capres antara Prabowo dan Gatot

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto usai menghadiri acara Rapat Kerja Nasional Bidang Advokasi dan Hukum DPP Gerindra di Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
10/4/2018, 16.03 WIB

Partai Gerindra bakal mengadakan Rapat Koordinasi Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu besok (11/4). Menjelang Rakornas tersebut, elite Gerindra terbagi dua kelompok antara pendukung Prabowo dan pengusung mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai capres di Pilpres 2019. 

Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Andre Rosiade menyatakan tak ada calon presiden selain Prabowo yang akan diusung Gerindra. Andre mengatakan, dalam Rakornas Gerindra akan memberikan mandat kepada Prabowo sebagai calon presiden.

"Besok Gerindra akan menyerahkan mandat kepada Pak Prabowo sebagai capres di Pilpres 2019, tak ada calon lainnya," kata Andre dihubungi Katadata.co.id, Selasa (10/4).

Andre menjelaskan, setelah pemberian mandat, maka Prabowo dapat dapat membangun komunikasi dengan koalisi untuk menentukan calon wakil presiden (cawapres). Setelah berhasil menentukan cawapres, maka Prabowo akan mendeklarasikan dirinya.

"Momen deklarasi Pak Prabowo akan bersama cawapres, itu nanti ditentukan sendiri," kata Andre. 

(Baca juga: Anies dan Gatot Kandidat Cawapres, Gerindra Pantau Elektabilitas)

Andre mengingatkan agar publik tak mempercayai kabar yang menyebutkan ada capres lain yang akan diusung Gerindra di luar Prabowo.

"Tidak benar dan lupakan ide bahwa Prabowo hanya berperan sebagai king maker (sosok yang sukses mencalonkan kandidat dalam konstestasi politik)," kata Andre.

Dia menyatakan Gerindra mendukung Prabowo karena elektabilitasnya lebih baik dibandingkan calon lain yang akan berhadapan dengan Presiden Joko Widodo. "Bila pun ada nama lain, apa kontribusi orang tersebut terhadap Gerindra sehingga perlu diusung sebagai capres?" kata Andre.

Wakil Ketua Umum Fadli Zon pun menyatakan, Gerindra solid akan mendeklarasikan Prabowo. "Saya kira semua kader Gerindra mendukung Prabowo maju, tidak ada yang terbelah," kata Fadli.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa merupakan salah satu tokoh elite yang berulang kali mengatakan Prabowo kemungkinan tak menjadi capres. Desmond mengatakan Gerindra berpeluang mengusung nama lain, di antaranya Gatot Nurmantyo sebagai capres.

“Semua bisa punya kemungkinan, hingga sebelum Agustus atau mendekati batas pendaftaran,” kata Desmond kepada wartawan, Minggu (8/4).

(Baca juga: Luhut dan Prabowo Bertemu, Gerindra: Mereka Sahabat Lama)

Desmond pun mengatakan Gerindra secara internal telah membahas kemungkinan mengusung Gatot. “Semua ada kemungkinan ya, ada pembicaraan soal itu,” kata dia.

Prabowo sendiri hingga kini belum mengambil keputusan maju sebagai capres. Rencana awal dia mendeklarasikan saat Rapat Koordinasi Nasional pada 11 April besok, namun kemudian dibatalkan.

Peneliti dari The Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai langkah Prabowo yang menunda mendeklarasikan diri merupakan strategi menakar potensi kemenangannya dalam Pilpres 2019. Alasannya, saat ini elektabilitas Prabowo masih cenderung stagnan.

Arya mengatakan, dalam tiga tahun terakhir elektabilitas Prabowo hanya berada di kisaran 20-25%. Sementara, elektabilitas Presiden Joko Widodo yang jadi lawan politiknya cenderung naik signifikan.

"Kalau Prabowo memaksakan untuk maju tentu harus bekerja keras untuk menaikkan tingkat keterpilihan paling tidak 30-35% sebelum masa pendaftaran Agustus," kata Arya ketika dihubungi Katadata.co.id, Jumat (6/4).

(Baca juga: Ketum Golkar Beri Sinyal PAN atau Demokrat Akan Dukung Jokowi di 2019)

Dengan alasan tersebut, Arya menilai penundaan deklarasi dilakukan karena Prabowo masih mencari pendampingnya dalam Pilpres 2019. Hal ini diperlukan untuk memberikan tambahan suara bagi Prabowo.

Arya menilai sebenarnya strategi penundaan deklarasi oleh Prabowo cukup tepat. Alasannya, ketergesaan deklarasi capres akan berdampak negatif jika konstelasi politik nantinya berubah. "Misalnya tiba-tiba PKS dan PAN berubah haluan atau membuat poros ketiga bersama siapa," kata dia.

Dengan melakukan penundaan, Arya menilai Prabowo dapat melihat tren perilaku pemilih ke depannya. Sehingga, dia dapat menyiapkan strategi baru untuk meningkatkan elektabilitasnya.

"Ini memang strategi mengulur waktu sambil mempersiapkan strategi baru, misalnya siapa cawapres atau isu apa yang akan digunakan untuk menarik pemilih," kata dia.