Kasus Karen, Kejaksaan Sebut Perusahaan di Australia Sudah Tak Ada

Katadata/ Arief kamaludin
Mantan Direktur Pertamina, Karen Agustiawan, di Kantor BUMN, Jakarta, Rabu, (01/10).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
5/4/2018, 18.48 WIB

Kejaksaan Agung menduga terdapat penyimpangan dalam investasi Pertamina di lapangan Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009, yang menyeret mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Alasannya, perusahaan tempat Pertamina membeli sebagian asetnya melalui Interest Participating (IP), ROC Oil Company Ltd, kini sudah tak ada di Australia.

"Perusahaan yang semula informasinya sebelumnya ada di Australia, sekarang sudah tidak di Australia," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Adi Toegarisman di kantornya, Jakarta, Kamis (5/4).

Pertamina membeli sebagian aset ROC Oil Company berdasarkan pada Agreement for Sale and Purchase BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$ 31,91 juta. Berdasarkan penelusuran Katadata.co.id dari laman resmi ROC Oil Company Ltd, perusahaan tersebut telah diambil alih 90% sahamnya oleh Fosun International Limited pada November 2014.

Para pemegang saham di ROC Oil Company menerima tawaran US$ 0,69 per lembar. Fosun kemudian menyatakan niatnya memperoleh sisa saham ROC Oil Company sesuai aturan perusahaan yang berlaku pada Desember 2014.

ROC Oil Company kemudian dihapus dari daftar Australian Securities Exchange (ASX) pada akhir Januari 2015 dan terus beroperasi sebagai perusahaan hulu minyak dan gas di bawah Fosun. Fosun merupakan grup investasi besar yang operasi dan kepentingan bisnisnya berbasis di Tiongkok dan Hong Kong.

(Baca juga: Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi)

Adi menyebut Indonesia tak mendapatkan keuntungan apa-apa dari adanya investasi Pertamina di ROC Oil Company. Investasi tersebut justru diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 568 miliar. "Kenyataannya dalam proses pelaksanaan investasi ini ternyata tidak mendapatkan apa-apa," kata Adi.

Dugaan penyimpangan juga ditemukan dalam proses studi kelayakan (feasibility studies) yang tak tuntas saat proses pembelian aset. Adi juga menyebut pengambilan keputusan pembelian aset tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina.

Adi mengklaim kejaksaan memiliki dua bukti permulaan salam proses penyidikan ini. Namun, dia enggan menjelaskan alat-alat bukti yang telah dimiliki kejaksaan. "Saya berkepentingan untuk tidak menyampaikan secara keseluruhan karena menyangkut strategi penanganan perkara ini," kata dia.

Adi pun enggan menjelaskan laporan yang menjadi dasar kejaksaan menyelidiki kasus ini. "Saya tidak boleh mengungkap dari mana sumber fakta, tapi yang saya cari adalah faktanya, itu yang saya pertahankan di pengadilan nanti," kata Adi.

Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi investasi Pertamina di Blok BMG Australia ini telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Karen pun disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara ini, kejaksaan agung telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka yakni Karen, Chief Legal Councel and Compliance Pertamina Genades Panjaitan, mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan dan mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu Pertamina berinisial BK.

Sebelum menetapkan para tersangka, kejaksaan mengklaim telah memeriksa 67 saksi dari berbagai pihak.

(Baca juga: Usut Jual Aset, Polri Periksa Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan)