KPK Akan Selidiki Dugaan Aliran Dana e-KTP ke Puan dan Pramono

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Ketua KPK Agus Rahardjo.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
27/3/2018, 15.45 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). KPK menindaklanjuti keterangan yang diberikan Setya Novanto dalam persidangan perkara e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (22/3).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, keterangan Setnov merupakan fakta yang baru terungkap dalam persidangan. Karenanya, fakta tersebut akan jadi bahan baru KPK untuk menelusuri korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun tersebut.

"Termasuk misalnya nama-nama yang ada di dalam. Apa itu kan kami tidak mengetahui tapi ada fakta-fakta baru di persidangan. Semuanya akan kami tindak lanjuti," kata Laode di Hotel Grand Mercury, Jakarta, Selasa (27/3).

Dalam persidangan, Setnov menyatakan mendapatkan informasi bahwa Puan dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima uang masing-masing US$ 500 ribu. Informasi ini dia ketahui dari keterangan terdakwa Andi Narogong dan rekannya pengusaha Made Oka Masagung yang disampaikan saat keduanya mengunjungi rumahnya.

(Baca juga: Setnov Ungkap Puan dan Pramono Terima Uang e-KTP US$ 500 Ribu)

Laode mengatakan, dugaan keterlibatan Puan dan Pramono akan diselidiki bersamaan dengan penggunaan uang korupsi e-KTP sebesar Rp 5 miliar untuk Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar pada Juni 2012. Penggunaan uang tersebut juga diungkapkan Novanto saat persidangan e-KTP berlangsung.

Penyelidikan lebih lanjut perlu dilakukan karena kesaksian Novanto berdasarkan keterangan orang lain. "Jadi itu sesuatu informasi awal sekali. Itu tidak bisa dijadikan alat hukum untuk menjerat satu orang. Belum cukup," kata Laode.

Hanya saja, Laode mengingatkan bahwa keterangan Novanto selama persidangan memiliki kejanggalan. Alasannya, meski Novanto menyebut keterlibatan banyak nama, dia tak mengakui perbuatannya sendiri.

"Keanehan-keanehannya seperti itu dan selalu dia mendengar dari orang, diceritakan orang. Bukan dia sendiri. Jadi itu masih dalam informasi awal saja," ucap Laode.

Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya belum akan menelusuri dugaan aliran dana ke Puan dan Pramono. PPATK masih akan menunggu permintaan KPK sebelum menelusuri dugaan tersebut.

"Nanti kami tunggu apa ada permintaan dari KPK, sebagai lembaga intel keuangan kami punya kewenangan merespon permintaan atau atas inisiatif, tapi kami tidak boleh kasih tahu (ke publik) soal itu (dimulainya investigasi)," kata Kiagus.

(Baca juga: Jokowi Persilakan KPK Periksa Puan dan Pramono dalam Kasus e-KTP)

Pernyataan Novanto mengenai adanya aliran dana e-KTP ke Puan dan Pramono sebelumnya sempat dibantah oleh Made Oka. Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum Made Oka, Bambang Hartono mendampingi Made Oka usai diperiksa KPK pada Senin (26/3).

"Kalau menurut klien saya yang pernyataan Setnov di muka pengadilan pekan yang lalu itu tidak benar dan itu juga sudah dibantah oleh yang bersangkutan," kata Bambang seperti dikutip dari Antaranews.

Bambang juga membantah bahwa kliennya pernah mendatangi kediaman Novanto untuk menyampaikan bahwa Puan dan Pramono menerima uang e-KTP. "Tidak ada, Pak Made tidak ada, karena itu bulan Oktober 2012 tidak pernah ke rumah Pak Novanto," kata Bambang.

Puan sendiri membantah menerima uang, meski dirinya mengakui mengenal Made Oka Masagung. Meski begitu, Puan menyatakan tak pernah membahas proyek e-KTP dengan Oka.

Pramono Anung juga telah membantah menerima aliran uang proyek pengadaan e-KTP dan menyatakan siap menjalani pemeriksaan dan mengkonfrontasi hal ini.

Pramono menjelaskan, selama menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dirinya hanya mengkoordinasikan pekerjaan Komisi IV hingga VII. Sedangkan proyek e-KTP yang merupakan wewenang Komisi II, sama sekali tak pernah ditangani.

Pramono menegaskan saat itu, PDIP berperan sebagai partai oposisi yang memberikan catatan pengingat proyek e-KTP. "Silakan dicek notulen rapatnya," kata dia.

(Baca juga: Kenal Oka Masagung, Puan Bantah Terima Uang e-KTP US$ 500 Ribu)