Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani membantah dirinya menerima aliran dana dari korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) sebesar US$ 500 ribu atau senilai Rp 6,8 miliar bila dikonversi dengan nilai mata uang saat ini. Dia menegaskan kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu merupakan masalah hukum sehingga harus berdasarkan pada bukti dan fakta hukum.
"Ya saya juga baru mendengar apa yang disampaikan Setya Novanto kemarin. Apa yang disampaikan beliau itu tidak benar dan tidak ada dasarnya," kata Puan di kantornya, Jakarta, Jumat (23/3).
Dalam persidangan Kamis kemarin (22/3), Setnov menyatakan mendapatkan informasi bahwa Puan dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima uang masing-masing US$ 500 ribu. Informasi ini dia ketahui dari keterangan terdakwa Andi Narogong dan rekannya pengusaha Made Oka Masagung yang disampaikan saat keduanya mengunjungi rumahnya pada akhir 2011.
Puan menyatakan dirinya memang mengenal pengusaha Made Oka Masagung yang juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Meski begitu, Puan menyatakan tak pernah membahas proyek e-KTP dengan Oka.
Puan mengenal Oka karena menjadi teman dari keluarga Sukarno. "Bapak dan ibunya Made Oka itu adalah teman baik dari Bung Karno. Teman keluarga Bung Karno itu kan banyak. Jadi saya kenal dengan Bapak Made Oka, juga kakaknya, adiknya," kata Puan.
(Baca juga: Setnov Ungkap Puan dan Pramono Terima Uang e-KTP US$ 500 Ribu)
Saat pembahasan anggaran KTP elektronik 2011-2012, Puan yang merupakan putri Ketua DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menjadi ketua fraksi PDI Perjuangan periode 2009-2014. Dia menyatakan tak pernah PDIP membahas proyek e-KTP karena merupakan satu-satunya fraksi yang berada di luar pemerintahan.
"Ini betul-betul suatu kebijakan yang diusulkan oleh pemerintah pada saat itu," kata dia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memproses hukum Puan dan Pramono bila terbukti terseret kasus korupsi e-KTP.
"Ya, negara kita ini negara hukum. Jadi kalau ada bukti hukum, ada fakta-fakta hukum, ya diproses saja," kata Jokowi, di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (23/4).
(Baca juga: Jokowi Persilakan KPK Periksa Puan dan Pramono dalam Kasus e-KTP)
Pramono Anung juga telah membantah menerima aliran uang proyek pengadaan e-KTP dan menyatakan siap menjalani pemeriksaan dan mengkonfrontasi hal ini.
Pramono menjelaskan, selama menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dirinya hanya mengkoordinasikan pekerjaan Komisi IV hingga VII. Sedangkan proyek e-KTP yang merupakan wewenang Komisi II, sama sekali tak pernah ditangani.
Pramono menegaskan saat itu, PDIP berperan sebagai partai oposisi yang memberikan catatan pengingat proyek e-KTP. "Silakan dicek notulen rapatnya," kata dia.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto merespon penyebutan nama Puan dan Pramono dengan 'menyerang' pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengkritik reaksi tersebut dan menuding PDIP melakukan cuci tangan.
(Baca juga: Demokrat Keberatan PDIP Serang SBY Atas Penyebutan Puan dan Pramono)