Ombudsman Minta UU Perlindungan Data Pribadi Segera Diratifikasi

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Michael Reily
9/11/2017, 10.36 WIB

Ombudsman meminta agar aturan untuk melindungi data pribadi bisa segera disahkan. Lembaga ini menyatakan Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Keluarga tidak boleh disalahgunakan pemerintah karena berpotensi pada pemufakatan jahat. Keduanya merupakan data pribadi yang pemegangnya hanya boleh memberikan kepada pihak yang diberikan kewenangan oleh UU.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menjelaskan regulasi tidak boleh terpecah agar menjamin kepastian hukum bagi warga negara. “Pemerintah perlu segera melegislasi UU Perlindungan Data Pribadi,” kata Alamsyah dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (9/11).

(Baca: Ada UU Kependudukan, Pemerintah Jamin Keamanan Data Kartu Prabayar)

Menurutnya, celah kekosongan hukum bisa memberi peluang pihak-pihak yang ingin memanfaatkan dan merugikan masyarakat. Potensi yang lebih besarnya adalah penghambatan kerja tim cyber crime di kepolisian ketika harus melakukan pengusutan kejahatan transnasional yang menggunakan jalur internet.

Dalam akses maupun pertukaran informasi kemungkinan besar ratifikasi UU Perlindungan Data Pribadi menjadi persyaratan. “Suatu tindakan pengusutan yang harusnya bisa cepat akhirnya jadi lambat atau gagal nanti,” ujar Alamsyah.

Dia mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam membuat kesepakatan dengan pihak-pihak yng ingin memanfaatkan data NIK dan KK. Jika terjadi pelanggaran oleh pihak lain tersebut akibat kesepakatan yang dibuat tanpa sepengetahuan dan persetujuan warga pemilik NIK dan KK. Pejabat yang menyetujui bisa dianggap melakukan maladministrasi dengan kategori penyalahgunaan wewenang.

Meski pidana bukan ranah Ombudsman, Alamsyah mengingatkan, “Setiap pejabat di pemerintah harus berhati-hati, karena juga berpotensi untuk dilaporkan sebagai turut terlibat dalam suatu tindak pidana," ujarnya. Ombudsman akan terus mengawasi perkembangan dan tetap terbuka untuk menerima laporan masyarakat apabila ada yang merasa dirugikan akibat tindakan-tindakan penyelewangan. Ia juga berharap semoga hal-hal negatif tidak akan terjadi.

(Baca: Kominfo Jamin Kerahasiaan Data Pribadi dalam Registrasi Kartu Prabayar)

Sebelumnya, telah diadakan pertemuan antara Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Ahmad M. Ramli, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), operator penyedia layanan, Mabes Polri, Kementerian Politik Hukum dan HAM, dan Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI).

Hasil pertemuan tersebut memutuskan bahwa seluruh aset resmi yang tercatat di operator telekomunikasi diberikan kewenangan melakukan registrasi kartu perdana sesuai NIK dan KK penggunanya. Registrasi ini bisa dilakukan pelanggan untuk nomor keempat dan seterusnya, tanpa perlu mendatangi gerai operator.

Seluruh outlet juga diwajibkan melakukan registrasi secara valid dengan NIK dan KK asli milik pelanggan. Ini terkait dengan pertanggungjawaban hukum penggunaan NIK dan KK. “Sistem registrasi oleh outlet, akan dibahas bersama KNCI dengan operator dan BRTI,” bunyi hasil ketiga pertemuan tersebut.

Sistem registrasi di outlet akan dibuat dalam rentang waktu kurang lebih selama seminggu. Sistem ini bakal diberikan perhatian oleh Mabes Polri secara penuh. Sementara KNCI diminta bertanggungjawab penuh atas kewenangan registrasi oleh outlet.

Salah satu dasar munculnya kesepakatan adalah adanya rencana aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh KNCI pada Rabu kemarin (8/11). Dengan keputusan itu, pemerintah dan Mabes Polri meminta demonstrasi dibatalkan dalam bentuk apapun. “Permintaan kami telah dipenuhi, apabila tetap terselenggara demo atau aksi, keputusan ditarik kembali,” begitu penjelasan hasil kesepakatan.

(Baca Ekonografik: Cara Registrasi Nomor Ponsel)