Ketua DPRD Banjarmasin Diduga Terima Suap Raperda PDAM

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Banjarmasin dan wakilnya sebagai tersangka dugaan menerima suap, terkait Raperda Penyertaan Modal PDAM.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
15/9/2017, 20.26 WIB

Pukul 11.00 WITA, Trensis memberikan uang kepada Andi sebesar Rp 45 juta di Kantor DPRD Kota Banjarmasin. Lalu siang harinya Andi menemui Trensis di Kantor PDAM Banjarmasin untuk mengambil sisa uang yang belum diberikan sebesar Rp 50 juta.

"Kemudian, sekitar 18.50 WITA tim mengamankan Trensis di Kantor PDAM. Tim juga mengamankan uang yang disimpan dalam brankas sebesar Rp 30,8 juta," kata Alex.

Selain itu, KPK juga mengamankan Muslih di Kantor PDAM. Muslih dan Trensis langsung dibawa ke Polda Kalimantan Selatan untuk menjalani pemeriksaan.

Selanjutnya, tim mengamankan anggota DPRD Achmad Rudiani rumahnya di Banjarmasin Selatan. KPK juga mengamankan Andi di Banjarmasin Selatan.

"Terakhir, tim bergerak ke rumah Iwan. Sekitar pukul 00.30 WITA yang bersangkutan dibawa tim ke Polda Kalsel," kata Alex. (Baca: KPK Nilai Wacana Pembekuan Anggaran Hanya Untungkan Koruptor)

Dalam OTT ini, KPK mengamankan uang senilai Rp 48 juta dari beberapa pihak dan bukti setoran tunai di beberapa rekening milik Andi. Uang tersebut diduga sebagai bagian dari total fee senilai Rp 150 juta.

KPK juga menyegel sejumlah ruangan untuk kepentingan penyidikan, yakni Ruang Kerja Ketua DPRD, Ketua Pansus, dan ruangan lainnya di DPRD Banjarmasin. "KPK juga mengamankan Ruang Kerja Dirut dan Manager Keuangan PDAM," kata Alex.

(Baca: Alasan Gula Darah Naik, Setya Novanto Mangkir dari Pemeriksaan)

Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK kemudian menetapkan Iwan, Andi, Muslih, dan Trensis sebagai tersangka. KPK menduga Iwan dan Andi sebagai pihak penerima. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan 

Sementara, Muslih dan Trensis diduga sebagai pihak pemberi. Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Halaman: