KPK Sebut Inspektorat Pemerintah Tak Pernah Lapor Kasus Korupsi

Arief Kamaludin|KATADATA
Ketua KPK Agus Raharjo
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
21/8/2017, 19.18 WIB

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahadjo mengungkapkan pihaknya tak pernah mendapatkan laporan pengawasan dari inspektorat pengawas pemerintahan, baik tingkat kabupaten/kota hingga kementerian / lembaga. Padahal, selama ini banyak terjadi kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat di lingkungan pemerintah.

"KPK belum pernah menerima laporan dari inspektorat. Sama sekali belum ada," kata Agus saat di kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Senin (21/8).

(Baca: Di Hadapan DPR, Jokowi Tegaskan Komitmen Dukung KPK Berantas Korupsi)

Agus menduga, tidak adanya laporan dari inspektorat pengawas karena struktur kelembagaan yang berada di bawah pimpinan pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga. Sehingga, kata Agus, inspektorat takut untuk melaporkan tindak pidana korupsi yang dilakukan atasannya.

Untuk itu, Agus menilai perlu perubahan struktur inspektorat yang tidak lagi di bawah pihak yang diawasi.

"Saya menyarankan kalau tanggung jawabnya dia naik satu tingkat ke atas. Misalnya kalau bupati itu (posisi inspektorat setingkat) ke gubernur, kalau gubernur ke menteri, kalau menteri itu ke presiden," ucap Agus.

(Baca: Rekaman Diputar di Sidang, Pemeriksaan Miryam Tampak Berjalan Santai)

Agus pun meminta agar aparatur sipil negara tidak takut melaporkan korupsi yang terjadi di lingkungan instansinya. Agus berjanji akan merahasikan identitas pelapor tindak pidana korupsi asalkan bukti-bukti yang disertakan lengkap.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Asman Abnur mengatakan saat ini pihaknya tengah mengkaji usulan pembentukan Undang-undang Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Dalam UU tersebut,  struktur organisasi inspektorat agar tak lagi berada di bawah pihak yang diawasi.

"Jadi nanti orang akan diatur sedemikian rupa sehingga dia tidak perlu lapor ke walikota atau bupati. Padahal dia harus mengawasi bupatinya," kata Asman.

Sementara, mekanisme pelaporan kepada lembaga terkait juga akan diatur. Nantinya, inspektorat pengawas dapat melaporkan adanya dugaan korupsi tersebut ke lembaga pengawas lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun KPK.

(Baca: Diajak Polri, KPK Nilai Tak Berwenang Usut Kasus Air Keras Novel)

Birokrasi tidak efisien

Agus menyatakan banyak pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) yang masih terlibat korupsi dalam praktik pengadaan barang dan jasa. Dia meyatakan Indeks Prestasi Korupsi (IPK) Indonesia yang masih di bawah negara lain atau peringkat 90 dari 176 negara, menunjukkan hal tersebut.

"Hampir seluruh ASN kalau melakukan pengadaan berpikir 'ini yang harus lewat saya, berapa ya yang harus saya terima'. Meski sudah ada e-procurement, cara mengakalinya juga bukan main," kata Agus.

Agus mengatakan perlu reformasi birokrasi maksimal untuk mencegah korupsi. Dia mengatakan, ada dua hal penting yang perlu diterapkan untuk mengefektifkan reformasi birokrasi dengan perampingan dan penerapan sistem identitas tunggal.

"Jadi kalau saya di reformasi birokrasi itu resizing dan single identity system, jadi jangan dibiarkan seperti sekarang," kata Agus.

Perampingan birokrasi menurut Agus penting karena saat ini masih banyak tumpang tindih tugas dan tanggung jawab antara lembaga yang satu dengan lainnya di Indonesia.

"Ada 160 institusi di negara kita, begitu besarnya. Dari sisi menteri saja 34. Jadi begitu banyaknya kementerian dan lembaga," kata dia.